Landasan Teori Psikologi Dalam Teknologi
Pendidikan
Oleh: Sri Purwati
Pendahuluan
Pendidikan sebagai suatu
kegiatan yang didalamnya melibatkan banyak orang, diantaranya peserta didik,
pendidik administror, masyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu
agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien maka setiap
orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang
perilaku individu sekaligus menunjukkan perilaku secara efektif. Perilaku
individu dipelajari dalam suatu ilmu yang
disebut sebagai psikologi.
Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos” yang artinya ilmu pengetahuan.
Jadi secara etimologi (menurut arti kata) psikologi artinya Ilmu yang
mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun
latar belakangnya. Proses belajar merupakan orientasi teknologi pendidikan.
aplikasi pengembangan teknologi pendidikan dalam proses belajar sangat
dipengaruhi oleh ilmu perilaku(teori psikologi) adapun yang menjadi landasan
teori psikologi antara lain psikologi perkembangan, psikologi pendidikan dan
psikologi sosial yang berkaitan erat dalam proses pengembangan teknologi
pendidikan. . Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan dibahas mengenai definisi landasan teori psikologi
sosial dan bagaimana aplikasi teori psikologi sosial dalam teknologi
pendidikan.
Keberhasilan pendidik dalam
melaksanakan berbagai peranannya antara lain akan dipengaruhi oleh pemahamannya
tentang perkembangan peserta didik. Oleh karena itu agar sukses dalam mendidik,
kita perlu memahami perkembangan, sebab hal ini membantu kita dalam memahami
tingkah laku. Tingkah laku siswa sendiri dipelajari dalam suatu ilmu yang
disebut sebagai psikologi. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Psikologi
memberikan wawasan bagaimana memahami perilaku individu dalam proses
pendidikan. Terutama dizaman kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang
ini. Para ahli berusaha untuk meningkatkan mengajar itu menjadi suatu ilmu.
Teknologi pendidikan memberikan pendekatan sistematis dan kritis tentang proses
pembelajaran.
Di zaman kemajuan ilmu pengatahuan
dan teknologi sekarang ini, para ahli berusaha untuk meningkatkan mengajar itu
menjadi suatu ilmu atau science. Dengan metode mengajar yang ilmiah, diharapkan
proses belajar mengajar itu lebih terjamin keberhasilannya. Inilah yang sedang
diusahakan oleh teknologi pendidikan. Teknologi pendidikan memberikan pendekatan yang
sistematis dan kritis tentang proses belajar mengajar. Teknologi pendidikan
memandangnya sebagai suatu masalah yang harus dihadapi secara rasional dengan
menerapkan metode pemecahan masalah. Di samping itu perkembangan teknologi
pendidikan didukung oleh perkembangan yang pesat dalam media komunikasi seperti
radio, televisi, video, CCTV, computer, internet dan lain-lain yang dapat
dimanfaatkan bagi tujuan instruksional.
Dengan mamahami landasan psikologis
dalam teknologi pendidikan, guru akan memilki pegangan
yang lebih mantap dan pedoman yang lebih dapat dipercaya untuk memberi
pengajaran yang efektif. Sikap ilmiah terhadap proses belajar mengajar akan
memberi sikap yang lebih kritis terhadap cara mengajar dan mendorong untuk
mencari cara yang lebih menjamin keberhasilannya. Dengan mendalami teknologi
pendidikan, guru dapat meningkatkan profesinya sebagai guru dan meningkatkan
keguruan menjadi suatu profesi dalam arti yang sebenarnya. Setelah mendalami
diharapkan guru mampu menerapkannya dalam pembelajaran karena memiliki nilai
yang sangat penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Hakekat
Psikologi
Psikologi berasal dari kata
Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi
secara etimologi psikologi berarti : “ilmu
yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar
belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya
berbeda atau tidak sama (menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006) karena :
¨ Ilmu jiwa adalah : ilmu jiwa secara luas
termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu.
¨ Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan
mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah
Beberapa definisi tentang
psikologi yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain :
1.
Willhelm
Wundt (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang
kesadaran manusia (the science of human consciouness). Definisi ini
sangat membatasi tentang garapan psikologi karena tidur dan mimpi dianggap
bukan sebagai kajian psikologi.
2.
Woodworth
dan Marquis (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu
tentang aktivitas-aktivitas individu mencakup aktivitas motorik, kognitif,
maupun emosional.
3.
Branca
(dalam Khodijah, 2006) dalam bukunya yang berjudul Psychology The Science of
Behavior, mendefinisikan psikologi sebagai ilmu tentang perilaku.
4.
Sartain
dkk (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi merupakan ilmu tentang
perilaku manusia.
5.
Knight
dan Knight (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi dapat
didefinisikan sebagai suatu study sistematis tentang pengalaman dan perilaku
manusia dan hewan, normal dan abnormal, individu dan social.
6.
Morgan
dkk (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang
perilaku manusia dan hewan, namun penerapan ilmu tersebut pada manusia (the
science of human and animal behavior; it includes the application of this
science to human problems).
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang memepelajari gejala kejiwaan yang
ditampakkan dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan yang
pemanfaatannya untuk kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas individu
baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu
proses atau langkah-langkah ilmiah tertentu.
Aplikasi
landasan teori psikologi dalam pendidikan
Aplikasi landasan teori psikologi dalam pendidikan ditekankan pada dua kajian dalam psikologi yaitu
psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan
ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya sedangkan psikologi
belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks
belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori
belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar.
A.
Psikologi
Perkembangan
Secara umum periodisasi (tahapan) perkembangan peserta didik dibagi
menjadi tiga aspek yaitu tahapan perkembangan Fisik, Tahapan perkembangan
psikis dan tahapan perkembangan paedagogis (Baharuddin. 2009:103).
1)
Periodisasi
perkembangan berdasarkan fisik.
Perkembqngan fisik (phsycal) adalah perubahan kualitatif terhadap fungsi
jasmani. Proses perkembangan fisik anak terkadang sejak ia lahir hingga umur 21
atau 22 tahun. Ada bermacam-macam tahapan perkembangan fisik menurut Feud ada 6
perkembangan fisik, menurut Montessori ada 4 macam dan menurut Charles Buhler
ada 5 tahap perkembangan fisik manusia.
2)
Periodisasi
perkembangan berdasarkan Psikis.
Perkembangan
psikis (psychology) adalah perubahan kulitatif terhadap fungsi-fungsi
jiwa. Keadaan psikis adalah khas dialami oleh setiap anak dalam masa-masa
perkembangan itu dan bahwa anak selama masa perkembangan itu mengalami
masa-masa keguncangan. Perkembangan psikis pribadi manusia dimulai sejak masa hingga
dewasa. Perkembangan psikis melalui pertumbuhan tertentu yang berbeda dengan
perkembangan fisik, berbicara tentang psikis, maka yang dipakai sebagai
landasan juga sebagai keadaan psikis anak.
3)
Periodisasi
Perkembangan berdasarkan Paedagogis.
Dasar didaktis yang digunakan para ahli
disi ada beberapa kemungkinan yaitu: apa yang harus diberikan kepada anak-anak
didik pada masa tertentu dan bagaimana caranya mengajar atau mendidik peserta
didik pada masa-masa tertentu. Menurut Sigmund Freud (dalam Djaali, 2011:22)
mengemukakan ada enam tahap perkembangan fisiologis manusia, yaitu sebagai
berikut: tahap oral (umur 0 sampai sekitar 1 tahun), tahap anal (antara umur 1
sampai 3 tahun), tahap falish (antara umur 3 sampai 5 tahun), tahap latent
(antara umur 5 tahun samapai 12-13 tahun), tahap pubertas (antara 5 tahun
samapai 12-13 tahun), tahap pubertas (antara umur 12-13 tahun sampai 20 tahun),
tahap genital (setelah umur 20 tahun dan seterusnya)
Aspek-aspek Perkembangan Peserta Didik.
Setiap orang tidak terkecuali
anak-anak oatau orang dewasa dan seorang diri atau kelompok itu disebut
individu, individu menunjukkan kedudukan seseorang atau perorangan. Ciri atau
sifat yang berbeda antara orang satu dengan orang lainnya disebut perbedaan
individual. Perbedaan individu menyangkut parias pada aspek pisik maupun
psikologis. Berikut ini akan dijelaskan perbdaan pisik serta psikis anak dan
remaja kaitannya dengan perkembangan fisik, intelektual, bahasa, social, moral,
emosi, riligi, tapi yang dibahas hanya fisik dan intelektual saja. Karena dua
ini yang dominan dapat diamati dalam proses pendidikan.
1)
Perkembangan Fisik Anak dan Remaja, terdiri
dari:
a)
Periode Pra-Lahir
Periode pra-lahir ini merupakan awal
terbentuknya organ-organ tubuh dan tersusunnya jaringan syaraf yangm embentuk
system yang lengkap. Perkembangan dan pertumbuhan janin berakhir saat
kelahiran.
b)
Periode Pasca- Lahir
Sesudah
bayi lahir pertumbuhan dan perkembangan fisik (biologis) yang dimilikinya
mempunyai pola urutan yang teratur. Bayi mampu mengerakkan kepalanya setelah
umur satu bulan mampu memutarkan badannya, umur tiga bulan bayi dapat duduk, dengan sediki dapat duduk sendiri (tanpa bantuan). Berdiri
dan melangkah satu dua langkah. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan
kemampuan pisik anak menunjukkan keteraturan.
c)
Pekembangan Fisik remaja
Remaja
dikenal dalam bahasa Inggris Puberty disebut
pula dalam istilah pubertas. Pubertas sering artikan sebagai masa kematangan
seksual ditinjau dari aspek biologis. Selain istilah purbertas Adalah adolescence
yang mempunyai kesamaan arti yaitu masa remaja yang menunjukkan masa tercepat
antara usia 12–22 tahun dengan mengikuti urutan- urutan tertentu.
2)
Perkembangan Intelektual Peserta didik.
Istilah Intelektual menujukkan
kata benda intelek yang mengandung
arti cendikiawan atau cerdik pandai. Intelektual Menunjukkan suatu aspek
berfikir. Menurut kamus Webster New World
Dictionary of The American Language (Baharuddin, 2009:115) istilah intelek
berarti; (a) kecakapan berfikir, mengamati, atau mengerti: kecakapan untuk
mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan sebagainya; (b) kecakapan
mental yang besar; dan (c) berfikir atau intelegensi.
Intelegensi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak
secarah terarah, serta kemampuan menguasai lingkungan secara efektif. Intelegensi
mengandung arti yang sama dengan intelek menggambarkan kemampuan seorang dalam
berfikir dan bertindak.
a)
Tahap-Tahap
Perkembangan Intelektual.
Menurut teori Piaget, perkembangan intelektual melalui tahapan sebagai
berikut:
1)
Tahap
sensoriotor (sejak lahir s.d 2 tahun), yaitu tahap sikuensial tatanan operasi
mental yang progresif. Karakteristiknya meliputi: meniru, mengingat, berfikir,
mulai mengenal dunia luar, aktivitas gerak refleks.
2)
Tahap
praoperasional (usia 2 s.d 7 tahun ) urutan yang hierarki yang membentuk suatu
tatanan operasi mental yang makin mantap dan terpadu. karakteristiknya: mengembangkan
kecakapan berbahasa, mempunyai kemampuan berfikir dalam bentuk simbol, dan berfikir
logis.
3)
Tahap
operasi nyata (usia 7 s.d 11 tahun) pencapaian bervariasi dengan keterbatasan
tertentu yang menggabungkan pengaruh pembawaan dengan lingkungan.
Karakteristiknya: mampu memecahkan masalah yang nyata dan mengerti hukum dan
mampu membedakan yang baik dan buruk.
4)
Tahap
operasi Formal (usia 11 – dst) yaitu memasukkan pengalaman baru ke dalam pola yang
ada. Karakteristiknya: mampu memecahkan masalah yang absrak, dapat berfikir
ilmiah, mengembangkan keperibadian.
Dalam proses pendidikan intelektual menentukan
perkembangan berfikir seseorang dalam hal belajar.
b)
Perbedaan
Perkembangan Intelektual Individu
Perbedaan intelegensi manusia
berbeda satu sama lain. Jika diukur dengan tes IQ maka akan didapat orang-orang
yang sangat cerdas sama banyaknya dengan orang terbelakang, orang yang superior
sama banyaknya dengan orang tergolong
perbatasan. Sedangkan yang terbanyak adalah orang yang intelegensinya rata atau
normal. Seperti pada tabel dibawah ini:
IQ
|
Klasifikasi
|
Diantara Penduduk
Dunia (%)
|
0-67
|
Terbelakang
|
2,2
|
68-79
|
Perbatasan
|
6,7
|
80-90
|
Kurang dari rata-rata
|
16,1
|
91-110
|
Rata-rata (Normal)
|
50,0
|
110-119
|
Diatas rata-rata
|
16,1
|
120-127
|
Superior
|
6,7
|
128
|
Sangat superior
|
2,2
|
Tabel
.Pengukuran IQ Wechaler dan Bellevue.
B.
Psikologi
Belajar
Belajar
dapat definisikan sebagai suatu proses atau usaha yang dilakukan seseorang yang
memungkinkan orang tersebut memperoleh dan membentuk kompetensi, keterampilan
dan sikap yang baru dari hasil interaksinya dengan lingkungan (Khodijah, 2009:46).
Dimana proses belajar melibatkan proses mental internal yang terjadi
berdasarkan latihan, pengalaman dan interaksi sosial, dan hasil belajar
ditunjukan oleh terjadinya perubahan perilaku (kognitif, afektif, psikomotorik).
Yang mana hasil belajar tersebut bersifat permanen.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari
tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji
tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku
individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan teknologi pendidikan.
Oleh sebab itu, dalam pengembangan teknologi pendidikan yang
senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta
didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses
pengembangan teknologi pendidikan. Perkembangan yang dialami oleh
peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik
harus mengupayakan cara/ metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses
pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses
pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan
psikologi belajar.
Ada sejumlah prinsip belajar menurut Gagne (dalam Pidarta 2007:206)
sebagai berikut:
a.
Kontiguitas,
memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik tentang
respon anak yang diharapkan beberap kali secara berturut-turut.
b.
Pengulangan
situasi dan respons anak diulang-ulang atau di praktikkan agar lebih sempurna,
dan lebih lama diingat.
c.
Penguatan
respon yang benar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan dan menguatkan
respon itu.
d.
Motivasi
positif dan percaya diri dalam belajar.
e.
Tersedia
materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak-anak.
f.
Ada
upaya membangkitkan keterampilan intelektual untuk belajar Seperti aperspsi
dalam mengajar.
g.
Ada
staretegi yang tepat untuk mengaktipkan anak-anak dalam belajar.
h.
Aspek-aspek
jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor Dalam pengajaran.
Tiga butir pertama sebagai faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar,
sedangkan sisanya adalah faktor-faktor intern. Faktor ekstern lebih banyak
dapat ditangani oleh pendidik, sementara faktor intern dikembangkan sendiri
oleh anak-anak dibawah arahan dan strategi mengajar atau mendidik. Ada beberapa
teori–teori belajar dimana teori belajar memiliki empat fungsi menurut Bell
Gredler (dalam khodijah, 2009:61), yaitu: menjadi kerangka kerja bagi pelaksana
penelitian, memberikan pengorganisasian kerangka kerja item informasi tertentu,
mengungkapkan kompleksitas peristiwa-peristiwa sederhana secara jelas dan mengorganisasi
ulang pengalaman sebelumnya.
Adapun teori-teori belajar menurut Bell Gredler (dalam Khodijah, 2009)
yang dimaksud teori belajar adalah sebagai berikut:
1.
Teori
Behavioristik (tingkah laku/ perilaku) : Menekankan proses belajar sebagai perubahan relative permanen pada
prilaku yang dapat diamati dan timbul sebagai hasil pengalaman.
Ada tiga teori Behavioristik, yaitu:
a.
Teori
Connectionisme
Menurut E>L Thorndik (1874-1949) seluruh kegiatan belajar adalah didasarkan
pada jaringan asosiasi atau hubungan yang dibentuk antara stimulus dan respon.
b.
Teori
Clasikal Conditioning
Menurut
Ivan Pavlov (1849-1936) dalam eksprimennya Pavlov menggunakan anjing untuk
mengetahui bagaimana reflex bersyarat terbentuk dengan adanya hubungan antara
Conditioned stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), dan conditionedrespon
(CR).
c.
Teori
Operant Conditioning
Teori ini dikembnagkann oleh BF.Skinner pada tahun 30-an. Berbeda dua
teori sebelumnya, Skinner lebih menekankan pada respondent response yang timbul
dan berkembang diikuti oleh stimulus tertentu.
2.
Teori
Kognitif (akal fikiran/ otak)
Teori
ini menjelaskan belajar dengan berfokus pada perubahan-perubahan proses mental
internal yang digunakan dalam Upaya memahami dunia ekternal. Proses tersebut
dimulai tugas-tugas Yang sederhana hingga tugas yang komplek. Pada Teori ini
berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimana orang berfikir. Oleh karena itu
didalam teori kognitif lebih mementingkan Proses belajar dari pada hasil belajar
itu sendiri, karena menurut teori ini belajar melibatkan proses berfikir yang
kompleks.
3.
Teori
Konstruktivitis
Menurut
teori kunstruktivitas yang menjadi darsar bahwa Siswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri.
Pembelajaran menurut konstruktifitas adalah suatu proses Pembelajaran yang
mengkondisikan siswa untuk melakukan proses
aktif membangun konsep baru dan pengetahuan baru berdasarkan data,
oleh karena itu proses pembelajaran
harus yang mempelajari segala
sesuat yang berkaitan dan dikelola
sedemikian rupa sehingga mampu mendorong
siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna.
Menurut para ahli seperti Bednar, Fosnot (dalam Khodijah, 2009:76)
mengatakan bahwa kustruktivitas adalah
teori tentang pengetahuan belajar yang menguraikan tentang apa itu pengetahuan, (knowing) dan bagaimana seorang menjadi tahu (came it know). Konstruktif memandang ilmu pengetahuan
bersifat non objektif, temporer, dan selalu berubah.
4.
Teori
Konstruktivitis
Menurut
teori kunstruktivitas yang menjadi darsar bahwa Siswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri.
Pembelajaran menurut konstruktifitas adalah suatu proses Pembelajaran yang
mengkondisikan siswa untuk melakukan proses
aktif membangun konsep baru dan pengetahuan baru berdasarkan data,
oleh karena itu proses pembelajaran
harus yang mempelajari segala
sesuat yang berkaitan dan dikelola
sedemikian rupa sehingga mampu mendorong
siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna.
Menurut para ahli seperti Bednar, Fosnot (dalam Khodijah, 2009:76)
mengatakan bahwa kustruktivitas adalah
teori tentang pengetahuan belajar yang menguraikan tentang apa itu pengetahuan, (knowing) dan bagaimana seorang menjadi tahu (came it know). Konstruktif memandang ilmu pengetahuan
bersifat non objektif, temporer, dan selalu berubah.
Beberapa teori dalam psikologi yang berhubungan
dengan pengembangan teknologi pendidikan.
Aplikasi psikologi pendidikan dalam teknologi pendidikan
adalah yang menyangkut dengan aspek-aspek perilaku dalam ruang lingkup belajar
mengajar. Secara psikologis, manusia adalah mahluk individual
namun juga sebagai makhluk social dengan kata lain manusia itu sebagai makhluk
yang unik. Maka dari itu kajian teori dalam psikologi dalam Teknologi
pendidikan seharusnya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu
baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi,
perasaan serta karakteristik-karakteristik individu lainnya. Dan strategi
belajar seperti itu terdapat dalam kajian ilmu Teknologi Pendidikan.
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui
pertimbangan – pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat:
a.
Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat
b.
Memilih strategi atau metode
pembelajaran yang sesuai.
c.
Memberikan bimbingan atau bahkan
memberikan konseling.
d.
Memfasilitasi dan memotivasi belajar
peserta didik.
e.
Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
f.
Berinteraksi secara tepat dengan
siswanya.
g.
Menilai hasil pembelajaran yang adil.
Pembelajaran
pada hakekatnya mempersiapkan peserta didik untuk dapat menampilkan tingkah
laku hasil belajar dalam kondisi yang nyata, atau untuk memecahkan masalah yang
dihadapi dalam kehidupannya. Untuk itu, pengembang program pembelajaran selalu
menggunakan teknik analisis kebutuhan belajar untuk memperoleh informasi
mengenai kemampuan yang diperlukan peserta didik. Bahkan setelah peserta didik
menyelesaikan kegiatan belajar selalu dilakukan analisis umpan balik untuk
melihat kesesuaian hasil belajar dengan kebutuhan belajar.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengaplikasian
teori psikologi (baik psikologi pendidikan maupun psikologi belajar) terhadap teknologi pendidikan sangat erat
karena dalam membuat strategi belajar dan untuk mengetahui teknik belajar yang
baik maka terlabih dahulu kita sebagai guru harus mengerti ilmu jiwa atau ilmu
perilaku.
Menurut
Lumsdaine (dalam Miarso 2009), ilmu perilaku merupakan ilmu yang utama dalam
perkembangan teknologi pendidikan terutama ilmu tentang psikologi belajar,
sedangkan menurut Deterline (dalam miarso 2009) berpendapat bahwa teknologi
pembelajaran merupakan pengembangan ataupun aplikasi dari teknologi perilaku
yang digunakan untuk menghasilkan suatu perubahan perilaku tertentu dari
pebelajar secara sitematis guna pencapaian ketuntasan hasil belajar itu
sendiri. Sedangkan Harless (1968) menyebutnya dengan “front-end analysis”, sedangkan Mager dan Pape (1970) menyebutnya “performance problem analysis”. Dan
Romizwoski (1986) mengistilahkan kegitan tersebut sebagai “performance technology”.
Belajar
berkaitan dengan perkembangan psikologis peserta didik, pengalaman yang perlu
diperoleh, kemampuan yang harus dipelajari, cara atau teknik belajar,
lingkungan yang perlu menciptakan kondisi yang kondusif, sarana dan fasilitas
yang mendukung, dan berbagai faktor eksternal lainnya. Untuk itu, Malcolm
Warren (1978) mengungkapkan bahwa diperlukan teknologi untuk mengelola secara
efektif pengorganisasian berbagai sumber manusiawi. Romizowski (1986)
menyebutnya dengan “Human resources
management technology”. Penanganan berbagai pihak yang diperlukan dan
memiliki perhatian terhadap pengembangan program belajar dan penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran memerlukan satu teknik tertentu yang dapat mengkoordinir
dan mengakomodasikannya sesuai dengan potensi dan keahlian masing-masing.
Kajian
ahli-ahli psikologi dan sosial psikologi dalam pendidikan berlangsung selama
masa dan pasca perang dunia ke II, terutama menjadi fokus kajian di lingkungan
pengajaran militer (Lange, 1969). Hasil kajiannya membawa pengaruh terhadap
penyelenggaraan pembelajaran, terutama dalam menetapkan tujuan pengajaran,
memahami peserta didik, pemilihan metode mengajar, pemilihan sumber belajar,
dan penilaian.
Kemudian
berkembang beberapa kajian yang berkaitan dengan hubungan antara media
audiovisual dengan pembelajaran yang difokuskan pada persepsi peserta didik,
penyajian pesan, dan pengembangan model pembelajaran. Studi masa itu kebanyakan
diwarnai oleh aliran psikologi behavior, sebagai contoh operant behavioral
conditioning yang ditemukan BF Skinner (1953). Teori belajar dan psikologi
behavior ini mempengaruhi teknologi pendidikan pada masa itu dalam tiga hal,
yaitu:
1.
pengembangan dan penggunaan teaching machine dan program pembelajaran;
2.
spesifikasi tujuan pendidikan ke arah behavioral objectives; dan
3.
pencocokan konsep operant conditioning dengan konsep model komunikasi
(Ely, 1963).
Dalam dunia
pendidikan begitu banyak teori tingkah laku diantaranya yang sangat dikenal
adalah teori “Classical Conditioning” dari
Ivan Pavlov, “Connectionism: dari E.
L. Thorndike, “Hypothetic Deductive”
dari Clark L. Hull dan “Operant
Conditioning” dari BF. Skinner
1. Classical Conditioning (Ivan
Pavlov)
Teori tingkah
laku diawali oleh Ivan Pavlov dalam tahun-tahun akhir abad ke-19 dan awal abad
ke-20 dengan teorinya “Classical Conditioning” yang menyatakan
bahwa stimulus baru dapat dibuat untuk menimbulkan refleks tertentu. Dalam penelitiannya yang dilakukan
pada seekor anjing, ia memperhatikan perubahan tingkah laku pada waktu
tertentu. Dalam ekperimennya, menunjukkan bagaimana belajar dapat mempengaruhi
perilaku yang selama ini disangka refleksif dan tidak dapat dikendalikan.
2. Connectionism (E. L. Thorndike)
Dalam studi
Thorndike, ia memandang perilaku sebagai suatu respons terhadap
stimulus-stimulus dan lingkungan, artinya stimulus-stimulus dapat memberikan
respons sehingga teorinya dikenal dengan teori S-R (Stimulus-Respons).
Thorndike menghubungkan perilaku pada rekleks-refleks fisik, sehingga ia
menyatakan bahwa perilaku ditentukan secara refleksif oleh stimulus yang
ada dan lingkungan, dan bukan oleh pikiran yang sadar atau tidak sadar.
Dalam
eksperimennya yang dilakukan pada kucing yang dimasukkan kedalam kotak. Dari
eksperimennya mengembangkan tiga hukumnya, yaitu : “Law of Effect”
yang menyatakan “prnsip senang tidak senang. Suatu respon akan diperkuat
apabila diikuti oelh suatu perasaan senang terhadap sesuatu, dan respon akan
diperlemah jika diikuti oleh suatu rasa tidak senang”, “Law of Exercise”
yang menyatakan bahwa “semakin sering suatu respon yang berasal dari suatu
stimulus tertentu maka akan semakin besar kemungkinan respon tersebut untuk
dicamkan atau diingat dalam suatu long term memory” dan “Law
of Readiness” yang menyatakan bahwa “perkembangan system syaraf akan
menyebabkan unit perilaku tertentu akan lebih mudah dilakukan dibandingkan
dengan unit perilaku yang lainnya dengan kata lain pembelajaran yang diberikan
kepada siswa disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik”.
Sedangkan
menurut Saettler peranan ataupun kontribusi yang cukup besar oleh Thorndike
dalam Teknologi Pembelajaran adalah dengan rumusannya tentang prinsip-prinsip
1) aktivitas diri, 2) minat / motivasi, 3) kesiapan mental, 4) individualisasi
dan 5) sosialisasi. Adapun contoh penerapan teori Thorndike adalah Apabila hal
yang dipelajari kemudian mempunyai banyak persamaan dengan hal yang dipelajari
terdahulu, maka akan terjaid transfer yang positif di mana hal yangbaru itu
tidak akan terlalu sulit dipelajari. Misalnya orang yang sudah pernah belajar
menunggang kuda, tidak akan terlalu sulit belajar mengemudikan kereta berkuda.
Sebaliknya, kalau antara hal yang dipelajari kemudian dan hal yang dipelajari
terdahulu terdapat banyak perbedaan, maka akan sulitlah mempelajari hal yang
kemudian itu, dan di sini terjadi transfer yang negatif. Misalnya, seorang yang
sudah biasa menulis dengan tangan kiri, karena menulis dengan tangan kiri sama
sekali lain caranya daripada menulis dengan tangan kanan.
3. B. F. Skinner
B.F. Skinner
berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model
instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant
conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui
pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam
beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik.
Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah
dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.
Menajemen
Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara
lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang
diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses
perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan
perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan
keinginan.
Asas-asas
Skinner tentang kondisioning operan
memberikan pengaruh baru pada studi dan analisa tingkah laku. Landasan
bagi asas-asas Skinner tantang kondisioning operan adalah kepercayaannya
tentang sifat hakekat ilmu perilaku dan cirri-ciri tingkah laku hasil belajar.
Sehingga ia mendefinisikan belajar itu merupakan tingkah laku dimana ketika
subjek belajar, responnya meningkat dan bila terjadi sebaliknya responnya
menurun.
Skinner
menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah
pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulu-respon akan semakin kuat bila
diberi penguatan.
Jenis Penguatan: Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang.
Jenis Penguatan: Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang.
Beberapa prinsip belajar Skinner
antara lain:
1. Hasil belajar harus segera
diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti
irama dari yang belajar.
3. Materi pelajaran, digunakan
sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran,
lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5. Dalam proses pembelajaran,
tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari
adanya hukuman.
6. Tingkah laku yang diinginkan
pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan dengan digunakannya
jadwal variable rasio reinforcer.
7. Dalam pembelajaran, digunakan
shaping.
Teori dan
prinsip Skinner ini diaplikasikan dalam bentuk “mesin pengajar” (teaching machine). Skinner mengungkapkan
bahwa teaching machine sangat
mendasar dalam proses pembelajaran, terutama dalam memperkuat (reinforcement) pembelajaran. Menurutnya
bahwa teaching machine adalah instrumen yang simpel dan menyatu dengan usaha
penguatan pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memperkuat perolehan pengalaman
belajarnya. Prinsip Teaching Mesin ini hingga sekarang masih banyak
dipakai dalam membuat Pembelajaran Berbantuan Komputer (PBK) atau
Computer Assisted Instruction (CAI). Konsep reinforcement dalam
pengajaran ini banyak diwarnai oleh hukum operant conditioning yang mengikuti
Thorndike’s law effect.
Menurut
Skinner untuk mengendalikan belajar pada manusia secara efektif dan efisien
guna mencapai tujuan pembelajaran dan Mastery Learning diperlukan
bantuan peralatan, yang akan bertindak selaku mekanisme penguatan supaya
stimulus yang diberikan kepada pembelajar dapat bertahan dalam waktu yang lama
dan dapat lebih mudah diterima dan dipahami. Keterkaitan teori belajar ini
terus dikaji oleh para ahli teknologi pendidikan, sehingga tidak hanya
psikologi behavior saja yang memiliki kontribusi terhadap teknologi pendidikan
akan tetapi bergeser ke arah psikologi kognitif sebagaimana dikembangkan oleh
Robert M Gagne.
Teori Perkembangan Kognitif,
Teori
perkembangan kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget,
seorang psikolog Swiss
yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam
lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan
konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih
tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi
konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan
diperolehnya schemata (skema) tentang bagaimana seseorang mempersepsi
lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh
cara baru dalam merepresentasikan informasi
secara mental.
Teori ini
digolongkan ke dalam konstruktivisme,
yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang
menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan
kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan
kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan
sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh
Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat
periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
·
Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
·
Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
·
Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
·
Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Kedudukan
teori belajar dijadikan sumber inspirasi di dalam pengembangan model
pembelajaran, terutama di dalam penetapan tingkah laku yang harus dikuasai
peserta didik, karakteristik peserta didik, kondisi-kondisi pembelajaran yang
harus dirancang, beserta berbagai fasilitas belajar yang dapat memperkuat
pengalaman belajar peserta didik. Teknologi Pembelajaran merupakan gabungan
dari tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media dalam pendidikan,
psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan.
Simpulan :
Landasan teori psikologi yang
memiliki pengaruh dalam pendidikan diantaranya ialah: Teori psikologi
perkembangan, Teori Psikologi Belajar, dan lain sebagainya. Teori Psikologi
sangat penting dipelajari dan dipahami oleh guru, karena membantu guru dalam
kelancaran proses pembelajaran agar situasi dan kondisi pembelajaran
menyenangkan, membantu guru dalam memilih metode mengajar agar diperoleh hasil
belajar yang memuaskan dan membantu guru dalam mengenali perilaku dan
karakteristik siswanya.
Pemahaman guru terhadap teori
psikologi menjadi bahan pertimbangan guru
dalam memilih materi pelajaran dan media pembelajaran dan perlu memahami kesiapan
peserta didik dalam menerima pelajaran dapat diindikasikan dengan kesiapan
kognitif (Head), afektif (Heart), psikomotor (Hand) dan interpersonal (human). Maka dari itu, pendidik wajib memahami
psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu
berkenaan dengan perkembangannya. Adapun psikologi
perkembangan meliputi perkembangan fisik, psikis dan intelektual. Sedangkan Psikologi belajar ialah psikologi
yang berhubungan dengan belajar. Teori Psikologi Belajar terdiri dari teori
behaviorisme menyatakan bahwa hasil belajar adalah terbentuknya perilaku baru
yang lebih baik. Hal ini menjadi landasan teori bagi guru untuk merumuskan
tujuan instruksional (tujuan yang menghendaki siswa dapat melakukan sesuatu, atau
tingkah laku yang ingin dicapai)
dalam Rencana Persiapan Pembelajaran yang dibuat guru, teori belajar konstruktivitas yang
menggabungkan bagian-bagian dari beberapa materi pelajaran menjadi suatu ilmu baru yang
bermanfaat menjadi landasan teori bagi guru untuk menyampaikan tujuan utama
(target yang hendak dicapai) pada awal pertemuan saat proses pembelajaran.
Daftar Pustaka
Baharuddin,
2006. Pendidikan dan Psikologi
Perkembangan. Jakarta: Ar-Russ
media.
Djaali, 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Dirgagunarsa, Singgih, 1983. Pengantar Psikologi. Jakarta : Mutiara
Khadijah,
Nyayu, 2009. Psikologi Pendidikan.
Palembang: Grafika Telindo Press.
Miarso, Yusufhadi, 2009. Menyemai
Benih Teknologi Pendidikan.Jakarta : Kencana
Pidarta,
Made, 2007. Landasan Kependidikan, Stimulus
Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, Jakarta, Rieneka Cipta Indonesia.
Purwanto, M.Ngalim, 1983. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Remadja Karya CV.
Prawiradilaga, Dewi Salma
dan Eveline Siregar. 2008. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta
: Kencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar