Senin, 23 Desember 2013

Dasar Teori dan Konsep Pendidikan



Dasar Teori dan Konsep Pendidikan
Oleh: Sri Purwati

Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk yan bergelut  secara intens denan pendidikan. Itulah sebabnya manusia dijuluki sebagai animal educandum dan animal educandus secara sekalius, yaitu sebagai makhluk yang dididik dan makhluk yang mendidik. Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yan senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yan dilakukan baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri. Proses pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, karena dimanapun dan kapanpun didunia terdapat pendidikan. Meskipun pendidikan merupakan suatu gejala yang umum dalam setiap kehidupan masyarakat, namun perbedaan filsafat dan pandangan hidup yang dianut oleh masing-masing bangsa atau masyarakat dan bahkan individu menyebabkan perbedaan penyelenggaraan kegiatan pendidikan tersebut. Dengandemikian selain bersifat universal, pendidikan juga bersifat nasional. Sifat nasionalnya akan mewarnai penyelenggaraan pendidikan bangsa tersebut.
Pendidikan sebagai upaya manusia merupakan aspek dan hasil budaya terbaik yang mampu disediakan setiap generasi manusia untuk kepentingan generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks sosio budaya. Oleh karena itu, setiap masyarakat pluralistic di zaman modern senantiasa menyiapkan warganya yang terpilih sebagai pendidik bagi kepentingan kelanjutan (regenerasi) dari masing-masing masyarakat yang bersangkutan.  Beragam permasalahan dalam pendidikan dalam pendidikan apabila tidak dapat dihilangkan sama sekali, paling tidak hal itu perlu diperkecil, sehingga persoalan-persoalan yang muncul tidak menggangu tercapainya tujuan pendidikan umumnya, atau tujuan pembelajaran khususnya.
Menurut Sukardjo (2009:3) salah satu cara untuk dapat menghilangkan atau memperkecil permasalahan yang timbul adalah dengan berpijak pada teori-teori pendidikan. Dengan demikian, penguasaan atas dasar-dasar pendidikan diharapkan menjadi cakrawala yang memberikan bekal bagi pelaku pendidikan dalam rangka memperkecil persoalan pendidikan dan memecahkan beragam permasalahan pendidikan pada umumnya, dan pembelajaran pada khususnya
Menurut undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Di dalam pendidikan termuat usaha atau kegiatan yang dilakukan dengan sadar dan penuh perencanaan yang bertujuan untuk mengembangkan segala potensi yang ada pada peserta didik.
Kegiatan pendidikan meliputi beberapa komponen. Komponen-komponen ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan harus berjalan seiring guna mencapai tujuan pendidikan. Namun, sebelum memahami beberapa komponen penting ini, kita harus menggali lebih dalam  tentang teori-teori dan konsep-konsep pendidikan itu sendiri.

Hakikat Pendidikan
Definisi pendidikan telah banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Berikut definisi-definisi pendidikan yang penulis kumpulkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:232) diyatakan bahwa pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Jadi, pendidikan merupakan sebuah proses, yakni proses perubahan perilaku baik individu ataupun sekelompok orang, dengan tujuan untuk membuat individu-individu tersebut dewasa. Maksud dewasa di sini adalah bahwa individu itu mencapai kematangan dalam pikiran dan pandangan. Dalam pengertian ini juga terkandung upaya atau usaha yang dilakukan dalam kegiatan pendidikan, yakni melalui pengajaran dan latihan.
Sejalan dengan definisi di atas, Sukmadinata (2004:1) juga mengemukan pendidikan sebagai upaya-upaya, yakni upaya mencerdaskan bangsa, menanamkan nilai-nilai moral dan agama, membina kepribadian, mengajarkan pengetahuan, melatih kecakapan, ketrampilan, memberikan bimbingan, arahan, tuntunan, teladan, dan lain-lain.
Pendidikan sebagai upaya juga dikemukakan oleh Soekidjo bahwa pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Sejalan dengan itu, Edgar Dalle juga menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang. Demikian juga definisi pendidikan menurut M.J. Longeveled. menjelaskan bahwa pendidikan adalah  usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri
Pendidikan sebagai proses dikemukakan oleh H. Horn, bahwa pendidikan merupakan proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia. Sama halnya dengan John Dewey, mengartikan pendidikan sebagai proses, yakni suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan sosial. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup Dari beberapa definisi di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan adalah suatu proses berkesinambungan dengan berbagai upaya atau usaha tertentu, seperti memberikan pengajaran, pelatihan, dan bimbingan, guna mencapai apa yang diharapkan.
Hakekat  Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dan bertujuan untuk menjelaskan fenomena alamiah. Teori terdiri dari 3 elemen, yaitu concept (konsep), scope (lingkup), dan relationship (hubungan). Sebuah teori harus memiliki konsep-konsep dengan lingkup tertentu dan saling berhubungan
Pengertian teori juga dikemukakan oleh Kerlinger, yakni: a set of interrelated constructs (concepts), definitions, and propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaining and predicting the phenomena (teori adalah seperangkat  konstruksi {konsep}, definisi, dan preposisi yang yang saling berhubungan yang menghadirkan suatu fenomena yang sistematis dengan memerincikan hubungan antara variabel-variabel dengan tujuan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena tersebut). Dengan demikian, sebuah teori terdiri atas konsep, definisi, dan proposisi yang saling berhubungan, sehingga  dapat menjelaskan dan meramalkan suatu fenomena dengan memerinci terlebih dahulu hubungan antara konsep, definisi, dan preposisi tadi
Definisi teori Kerlinger di atas juga dikemukan oleh Soetriono dan Hanafie (2007:142-143) yang menyatakan bahwa teori bukanlah suatu spekulasi melainkan suatu konstruksi yang jelas yang dibangun atas jalinan fakta-fakta secara keseluruhan. Fakta mempunyai peranan dalam teori, yakni: (a) memulai teori; (b) menolak dan mereformasi teori yang telah ada; serta (c) mendefinisikan kembali atau memperjelas definisi-definisi yang ada. Dalam pengembangan ilmu, teori memiliki peranan sebagai berikut.
1.                  Teori sebagai orientasi, yakni memfokuskan cakupan fakta-fakta mana saja yang diperlukan.
2.                  Teori sebagai konseptual dan klasifikasi, yakni dapat memberikan petunjuk kejelasan hubungan antarkonsep atas dasar klasifikasi tertentu.
3.                  Teori sebagai generalisasi, yakni memberikan rangkuman terhadap generalisasi empirik dari berbagai proposisi.
4.                  Teori sebagai peramal fakta, yakni membuat prediksi-prediksi tentang adanya fakta dengan cara membuat ektrapolasi (ramalan) dari yang sudah diketahui kepada yang belum diketahui.
5.                  Teori menunjukkan adanya kesenjangan dalam pengetahuan kita, sehingga memberi kesempatan kepada kita untuk melengkapi, menjelaskan, dan mempertajamnya.
Mudyahardjo (2001:91) mengartikan sebuah teori dalam sosok teori yang terdiri dari bentuk dan isi. Dilihat dari bentuknya, teori merupakan sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan meramalkan (prediktif). Hal ini sejalan dengan definisi teori yang dikemukan sebelumnya. Dilihat dari isinya, sebuah teori berisi konsep-konsep yang berfungsi sebagai asumsi (dasar/titik tolak pemikiran sebuah teori) dan definisi (konotatif atau denotatif, yang menyatakan makna dari istilah-istilah yang dipergunakan dalam menyusun teori).
Dari definisi-definisi di atas, dapat penulis simpulakan bahwa teori adalah beberapa atau kumpulan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain dan berfungsi untuk menerangkan dan meramalkan suatu fenomena (gejala atau kejadian).
Teori Pendidikan
Menurut N.R. Campbell (dalam Sudjana, 1989:7), teori adalah perangkat proposisi (pernyataan ilmiah) yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai alat untuk menjelaskan, membedakan, meramalkan dan mengontrol fenomena yang dapat diamati. Kemudian Snelbecker (dalam Miarso, 2011:103) mengemukakan bahwa teori adalah segala aspek ilmuan tidak semata-mata bersifat empirik, dan yang sangat khusus adalah ringkasan pernyataan yang melukiskan dan menata sejumlah pengamatan empirik.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut, teori adalah pernyataan ilmiah yang berfungsi sebagai alat untuk menjelaskan, membedakan, meramalkan, melukiskan dan menata sejumlah fenomena melalui pengamatan yang terintegrasi secara sintaksis.
Kemudian menurut Mudyahardjo (2010:91) sebuah teori berisi konsep-konsep, ada yang berfungsi sebagai sebagai: (1) asumsi atau konsep-konsep yang menjadi dasar/titik tolak pemikiran sebuah teori, dan (2) definisi, konotatif atau denotative atau konsep-konsep yang menyatakan makna dari istilah-istilah yang dipergunakan dalam menyusun teori.
Kemudian selanjutnya Mudyahardjo (2010:91) sebuah teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan.
Dalam pendidikan terdapat klasifikasi teori pendidikan yang akan dijabarkan lebih luas lagi sehingga menambah referensi mengenai teori-teori pendidikan.
a.    Behaviorisme
Menurut Sukardjo (2009:33) Behaviorisme adalah posisi filosofis yang mengatakan bahwa untuk menjadi ilmu pengetahuan, psikologi harus memfokuskan perhatiannya pada sesuatu yang bisa diteliti lingkungan dan perilaku-dari pada fokus pada apa yang tersedia dalam individu-persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, berbagai citra, perasaan-perasaan, dan sebagainya. Kemudian Sukardjo (2009:33) melanjutkan bahwa kerangka kerja (frame work) dari teori pendidikan Behaviorisme adalah Empirisme. Asumsi filosofis dari Behaviorisme adalah nature of human being (manusia tumbuh secara alami).
Aliran Behaviorisme didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu, aliran itu, aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar akan berubah kalau  ada stimulus dan respons. Dalam aliran behavior, faktor lain yang penting adalah reinforcement (penguatan), yaitu penguatan yang dapat memperkuat respons. Tokoh aliran Behaviorisme antara lain (1) Pavlov; (2) Watson; (3) Skinner; (4) Hull; (5) Guthrie; (6) Thorndike.
1)                  Ivan Petrovich Pavlov
Ivan Petrovic Pavlov atau lebih dikenal dengan nama singkat Pavlov, adalah seorang lulusan sekolah kependetaan dan melanjutkan belajar ilmu kedokteran di Militery Medical Academy, St. Petersburg. Untuk menjelaskan pemahaman konsepnya, penjelasan sederhana konsepnya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pengkondisian Pavlov atau klasikal yang membentuk gerak refleks dimulai dengan stimulus yang belum menjadi kebiasaan (unconditioned stimulus) dan respons yang belum menjadi kebiasaan (unconditioned response). Itulah menurut Pavlov sebagai gerak refeks.
Kemudian, Pavlov menjelaskan bahwa pada bagian berikutnya seseorang yang telah memiliki gerak refleks itu menggabungkannya dengan stimulus netral dengan cara mempresentasikannya bersama stimulus yang belum menjadi kebiasaan. Setelah melakukan sejumlah pengulangan, stimulus netral dengan sendirinya akan mendapat respons. Pada titik ini stimulus netral dinamakan kembali menjadi stimulus yang sudah menjadi kebiasaan (conditioned stimulus) dan respons itu disebut respons yang sudah menjadi kebiasaan (conditioned respons).
2)                  Burrhus Frederic Skinner
Menurut Sukardjo (2009:37) Asas Operant Conditioning B.F Skinner dimuai dalam tahun 1930-an, yakni pada waktu keluarnya teori-teori Stimulus-Respons (S-R). Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan refleks bersyarat yang menyebutkan “stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Terkait dengan penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku, menurut Skinner merupakan hal yang tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya. Bukankah banyak tingkah laku yang menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap organisme dan dengan begitu mengubah kemungkinan organisme itu merespons.
Menurut Skinner  (dalam Uno, 2006: 9) respons yang diberikan oleh siswa tidaklah sesederhana yang diungkapkan Watson,, sebab pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini akhirnya mempengaruhi respons yang dihasilkan. Sedangkan respons yang diberikan juga menghasilkan berbagai konsekuensi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku siswa.
Dengan dasar pemahamannya tentang belajar, tingkah laku, serta hubungannya yang erat dengan lingkungan, Skinner menyampaikan asumsi-asumsinya yang membentuk landasan untuk operant conditioning. Berdasarkan pemahaman kedua pendapat tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas, diperlukan pemahaman terhadap respons itu sendiri, dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut.
3)   John Broadus Watson 
Di dalam karangannya Pschology the behaviorist View it terbitan 1913, Watson mempelajari tingkah laku manusia. Menurut pandangan Watson, Behaviorisme harus menerapkan teknik-teknik penyelidikan binatang, yaitu conditioning untuk mempelajari manusia. Oleh karena itu, ia mendefinisikan kembali konsep mental (yang menurut dia sebetulnya tidak perlu) sebagai subvokal, dan perasaan diartikan sebagai reaksi kelenjar.
Watson  (dalam Sukardjo, 2009:40) menyatakan bahwa kepribadian orang itu berkembang melalui conditioning berbagai refleks. Ia berpendirian bahwa manusia waktu lahir hanya memiliki tiga respons emosi, yaitu takut, marah dan sayang. Menurut Watson, kehidupan emosi yang kompleks dari manusia dewasa itu merupakan hasil dari conditioning tiga respons dasar tersebut pada berbagai keadaan.Kemudian Menurut Watson (dalam Uno, 2009:7) stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang bisa diamati (observable).   Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa Watson mengabaikan perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui.
4)                  Clark Leonard Hull
Hull (dalam Sukardjo (2009:42), berpendirian bahwa tingkah laku itu berfungsi menjaga agar organisasi tetap bertahan hidup. Hull menyatakan bahwa kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive) seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri, dan sebagainya. Stimulus yang disebut stimulus dorongan (SD) dikaitkan dengan dorongan primer dan karena itu mendorong timbulnya tingkah laku. Kemudian bagi Hull (dalam Uno, 2006:8), tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive) seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri, dan sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa stimulus hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis ini, meskipun respons mungkin bermacam-macam bentuknya.
5)        Edwin Ray Guthrie
Suatu tantangan baru terhadap teori-teori yang ada pada masa itu diajukan oleh teori kontiguiti, yaitu gabungan dari stimulus-stimulus yang disertai oleh suatu gerakan pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama.
Guthrie membedakan gerakan dengan tindakan. Menurut Guthrie (dalam Sukardjo, 2009:44) Gerakan ialah pengurutan urat, sedangkan tindakan adalah gabungan dari gerakan-gerakan. Menurut Guthrie (dalam Sukardjo, 2009:45) tingkah laku bukan faktor yang penting, karena belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus dan tidak ada respons lain yang dapat terjadi.
Guhtrie mendapati pentingnya hukuman dalam mengubah tingkah laku. Mengoasiasi stimulus-respons secara tepat itu merupakan inti dari saran Guhtrie kepada para guru. Guthrie (dalam Uno, 2006:9) menjelaskan bahwa suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mengubah kebiasaan seseorang. Berdasarkan hal tersebut dalam mengelolan kelas, guru diperingatkan agar tidak memberikan tugas atau perintah yang mungkin akan diabaikan anak.
6)        Edward Lee Thorndike
Landasan teori Thorndike mula-mula diletakkan dalam eksperimen yang dilakukannya dengan binatang. Penelitinnya dirancang untuk menentukan apakah binatang itu memecahkan masalah dengan jalan berpikir ataukah melalui suatu proses yang begitu mendasar sifatnya.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa apabila terkurung binatang itu sering melakukan bermacam-macam kelakuan, seperti menggaruk-garuk, mengigit, mencakar, dan menggosok-gosokkan badannya ke sisi-sisi kotak. Cepat atau lambat binatang itu akan tersandung palang dan lepaslah ia ke tempat makanan. Kalau pengurungan itu berkali-kali, maka tingkah laku yang tidak ada hubunganna dengan lepas dari kurungan berkurang. Tentu saja waktu yang diperlukan untuk lepas menjadi lebih pendek.
Dalam penelitiannya, Thorndike menyimpulkan bahwa respons lepas dari kurungan itu lambat laun diasosiasikan dengan situasi dalam belajar melalui coba-coba, by trial and error. Respons benar lambat laun tertanam atau diperkuat melalui percobaan yang berulang-ulang. Respons yang tidak benar diperlemah. Gejala ini disebut substitution response atau dikenal dengan teori mental conditioning karena pemilihan suatu respons itu merupakan alat atau instrument untuk memperoleh ganjaran.
Thorndike (dalam Uno, 2006:7) proses interaksi antara stimulus antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan). Berdasarkan hal tersebut, perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati) atau yang nonkonkret (tidak dapat diamati). Sukardjo (2009:47) menyatakan terkait dengan belajar, Thorndike menyampaikan tiga hukum belajar yang utama dan itu diturunkan dari hasil penelitiannya. Ketiga hukum tersebut adalah hukum efek, hukum latihan, dan hukum kesiapan.
Menurut Sukardjo (2009:48) yang terpenting bagi pendidikan ialah penelitian Thorndike mengenai pengaruh jenis kegiatan belajar tertentu pada belajar berikutnya. Pertama, serangkaian studi yang dilakukan oleh Thorndike dan Woodwoorth (1901) menemukan bahwa berlatih dalam tugas tertentu memudahkan belajar di waktu kemudian hana untuk tugas yang serupa, tidak untuk tugas yang tidak serupa. Hubungan ini dikenal sebagai alih latihan, transfer of training.
Kedua, Thorndike (1924) menyelidiki konsep disiplin mental yang popular yang mula-mula diuraikan oleh Plato. Menurut paham penganjur disiplin mental, mempelajari kurikulum tertentu, terutama matematika dan bahasa-bahasa klasik dapat meningkatkan fungsi intelek. Thorndike menguji konsep itu dengan cara membandingkan hasil belajar siswa-siswa sekolah menengah. Setelah mengikuti pelajaran dalam kurikulum klasik dan kurikulum vokasional ia menemukan bahwa ada perbedaan yang berarti dari keduanya. Dalam tahun-tahun berikutnya, penelitian Thorndike ini disebut sebagai pembawa pengaruh yang penting dalam mengalihkan pandangan pada perancang kurikulum konsep disiplin mental dan mengarahkan pelaksanaan penyusunan kurikulum ke tujuan, keguruan masyarakat.
b.                  Kognitivisme
Menurut Sukardjo (2009:50) Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori pendidikan kognitivisme adalah dasarnya rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis, yaitu the way in which we learn. Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Inilah yang disebut dengan filosofi Rasionalism. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa/kejadian yang terjadi dalam lingkungan.
Kemudian Sukardjo (2009:50) Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimana orang-orang berpikir. Menurut Uno (2006:10) teori ini menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Aliran ini menjelaskan bagaimana belajar terjadi dan menjelaskan secara alami kegiatan mental internal dalam diri kira. Oleh karena itu dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Tokoh aliran kognitivisme adalah Piaget, Bruner, dan Ausebel.
1)                  Jean Piaget
Sukardjo (2009:51) menyatakan bahwa Jean Piaget pernah mengatakan bahwa sejak usia balita seorang telah memiliki kemampuan tertentu untuk menghadapi objek-objek yang ada disekitarnya. Kemampuan ini memang sangat sederhana, yakni dalam bentuk kemampuan sensor-motorik, namun dengan kemampuan inilah balita tidak akan mengeksplorasi lingkungannya dan menjadikannya dasar bagi pengetahuan tentang dunia yang akan dia peroleh kemudian, serta akan berubah menjadi kemampuan-kemampuan yang lebih maju dan rumit. Kemampuan-kemampuan ini yang disebut Piaget sebagai Skema.
Menurut Piaget (dalam Uno (2006:10) proses belajar sebenarnya terjadi dari tiga tahapan, yakni asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Kemudian Piaget juga menyatakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa, yang dalam hal ini Piaget membagina menjadi empat tahap yaitu tahap sensori-motor (ketika anak berumur 1,5 sampai 2 tahun), tahap pra-operasinal (2/3 sampat 7/8 tahun), tahap operasional konkret (7/8 sampai 12/14 tahun) dan tahap operasional formal (14 tahun atau lebih).
Berdasarkan tiga tahapan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa seorang guru hendaknya memahami tahap-tahap perkembangan anak didiknya ini, serta memberikan materi belajar dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut.
2)        Jerome Bruner
Menurut Bruner (dalam Sukardjo, 2009:53) derajat perkembangan kognitif itu ada tiga tahap. Tahap pertama, enaktif, merupakan representasi pengetahuan dalam melakukan tindakan. Tahap kedua, ikonik, yakni perangkuman bayangan secara visual. Dan tahap ketiga yang paling maju adalah refresentasi simbolik, yaitu digunakan kata-kata dan lambang-lambang lain untuk melukiskan pengalaman.
Dengan dasar tersebut, Bruner menyampaikan struktur yang mendasar dari mata ajaran yang disebut konsep-konsep penatur harus diidentifikasi dan digunakan sebagai dasar bagi pengembangan kurikulum. Cara seperti ini menurut Bruner memungkinkan orang mengajarkan mata ajar apapun secara efektif dalam bentuk yang serba terang secara intelektual kepada siswa siapapun pada tahap perkembangan manapun. Pengaturan ini disebut kurikulum spiral yang dicontohkan dalam kurikulum ilmu pengetahuan sosial yang dikembangkan oleh Bruner, Man: A course of study.
c.              Konstruktivisime
Menurut Von Glasersfeld (dalam Sukardjo, 2009:54) pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad ke-20 dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila ditelusuri lebih jauh, gagasan pokok konstruktivisme sebenarnya sudah dimulai oleh Giambastissta Vico, seorang epistomolog dari italia (Suparno dalam Sukardjo, 2009:54).
Pada tahun 1710, Vico mengungkapkan filsafatnya denggan berkata,
Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Terkait dengan hal itu, dia menjelaskan bahwa mengetahui bermakna berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Ini berarti bahwa seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang dapat membangun sesuatu itu. Menurut Vico, pengetahuan tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari pengamat yang berlaku.
Sukardjo (2009:55) menyatakan bahwa kaitannya dengan pembelajaran, menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Kemudian Sukardjo melanjutkan bahwa konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetauan baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamanna sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peran siswa untuk dapat membangun constructive habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar.
d.        Teori Belajar Humanistik
Menurut Sukardjo (2009:56) Teori belajar humanistik pada dasarnya memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan manusia. Menurut Uno (2006:14) proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses dalam belajar dalam bentuknya yang paling ideal yaitu memanusiakan manusia (mencapai aktualisasi diri). Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, si pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
 Kemudian Sukardjo (2009:56) menjelaskan bahwa menuru aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk menajdi lebih baik, dan juga belajar. Secara singkat Sukardjo (2009:57) menyimpulkan bahwa pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Dalam teori humanistik, belajar dianggap berhasil jika pembelajar memahami lingkungannya, dan dirinya sendiri. Terdapat beberapa tokoh teori belajar Humanistik yaitu sebagai berikut.
1)        Arthur W. Combs
Combs (dalam Sukardjo, 2009:58) menyatakan bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal makna yang diharapkan siswa tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Dalam hal ini yang penting ialah bagaimana pembawa persepsi siswa untuk memperoleh makna belajar bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut yang menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupannya sehari-hari.
2)        Abraham Maslow
Menurut Sukardjo (2009:58) Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal (a) suatu usaha yang positif untuk berkembang, dan (b) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hierarkis. Pada diri setiap orang terdapat berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut dengan apa yang sudah ia miliki, dan sebagainya.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hierarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat memenuhi kebutuhan yang terletak diatasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu mengajar. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar akan berkembang kalau kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi.
Emosi adalah karakteristik yang sangat kuat yang tampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringanm mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikan salah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita peroleh  dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
Salah satu ciri utama  pendekatan humanistik adalah bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia, bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaaan antara motivasi manusia dan motivasi yang dimiliki binatang. Hierarki kebutuhan motivasi Maslow menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama manusia lain, berkompetisi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan motivasi dalam tingkat yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.
3)        Carl Rogers
Rogers (dalam Sukardjo, 2009: 61) membedakan dua tipe belajar, yaitu kognitif (kebermaknaan) dan esperiental (pengalaman atau signifikansi). Sukardjo 2009:61) menyatakan bahwa menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran. Dalam bukunya Freedom to Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting di antarana ialah:
a)                  Manusia mempunyai kemampuan belajar secara alami
b)                 Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya.
c)                  Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirina sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d)                 Tugas-tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e)                  Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai acara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f)                  Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g)                 Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h)                 Belajar secara inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya.
i)                   Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri.
j)                   Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar.
Definisi Konsep
Istilah konsep berasal dari bahasa Latin conceptum, artinya sesuatu yang dipahami. Aristoteles dalam "The classical theory of concepts" menyatakan bahwa konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol. Konsep dinyatakan juga sebagai bagian dari pengetahuan yang dibangun dari berbagai macam kharakteristik
Menurut Soedjadi (2000:14) pengertian konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata. Menurut Bahri (2008:30) pengertian konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa). Menurut Singarimbun dan Effendi (2009) pengertian konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan barbagai fenomena yang sama. Konsep merupakan suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang dirumuskan. Dalam merumuskan kita harus dapat menjelaskannya sesuai dengan maksud kita memakainya
Definisi konsep juga disampaikan oleh Miarso dalam kuliah umum Dasar-dasar Teknologi Pendidikan program studi Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sriwijaya semester satu pada 2 September 2013, bahwa setiap konsep diwakili oleh suatu istilah agar mudah dikomunikasikan, istilah itu menjelaskan gagasan tertentu dan mengandung acuan tertentu, gagasan juga merujuk pada acuan, penjelasan istilah yang mengandung gagasan dan acuan merupakan definisi. Pada kesempatan tersebut Miarso juga mengemukakan bahwa definisi konsep meliputi definisi konotatif dan definisi denotatif. Definisi konotatif menghubungkan/menjelaskan dengan konsep lain yang kurang abstrak. Definisi denotatif menunjukkah gagasan dan acuan termasuk kondisi, prosedur, dan lain-lain yang diperlukan.
Konsep menurut Soetriono dan Hanafie (2007:142) adalah istilah atau simbol-simbol yang mengandung pengertian singkat dari fenomena. Jadi, fenoena-fenomena yang ada dapat disederhanakan dalam bentuk konsep.
Penulis mengambil kesimpulan bahwa konsep menunjukkan ide atau gagasan fenomena yang disederhanakan, meliputi istilah dan defenisi.
Teori Pendidikan dan Konsep Pendidikan
1.                  Teori Pendidikan
Teori pendidikan dapat dilihat dari 3 segi yaitu bentuk, isi, dan asumsi pokok (Mudyahardjo, 2001:91-92). Dari segi bentuk, teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan. Isi sebuah teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep tentang peristiwa pendidikan. Konsep ini ada yang berperan sebagai asumsi atau titik tolak pendidikan dan ada yang berperan sebagai definisi atau keterangan yang menyatakan makna. Sedang, asumsi pokok pendidikan meliputi:
a)                  pendidikan adalah aktual, artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi aktual dari individu yang belajar dab lingkungan belajarnya;
b)                  pendidikan adalah normatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yan baik atau norma-norma yang baik, dam
c)                  pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa serangkaian kegiatan bermula dari kondisi-kondisi aktual dan individu yang belajar, tertuju pada pencapaian individu yang diharapkan.

Klasifikasi Teori Pendidikan
Mudyahardjo (2001:100-110) mengklafikasikan teori pendidikan menjadi teori umum pendidikan dan teori khusus pendidikan. Berikut penjelasan kedua teori tersebut.
1)                  Teori Umum Pendidikan
a)                  Teori Umum Pendidikan Preskriptif
adalah seperangkat konsep-konsep tentang keseluruhan aspek-aspek pendidikan yang bertujuan menerangkan bagaimana sebaiknya peristiwa-peristiwa pendidikan diselenggarakan. Teori yang termasuk kelompok ini adalah Filsafat Pendidikan.
b)                 Teori Umum Pendidikan Deskriptif
adalah seperangkat konsep-konsep tentang keseluruhan aspek-aspek pendidikan yang bertujuan menerangkan bagaimana peristiwa-peristiwa pendidikan telah dan sedang terjadi dalam masyarakat. Teori pendidikan yang termasuk dalam kelompok ini yaitu:
a.                  Pendidikan luar negeri atau pendidikan internasional
b.                  Pendidikan perbandingan atau pendidikan komparatif
c.                  Pendidikan historis atau sejarah pendidikan
     2)  Teori Khusus Pendidikan
a)        Teori Khusus Pendidikan Preskriptif
adalah seperangkat konsep-konsep tentang sesuatu aspek pendidikan yang bertujuan menjelaskan bagaimana seharusnya sesuatu kegiatan pendidikan dilakukan. Teori yang termasuk kelompok ini adalah Teknologi Pendidikan.
b)        Teori Khusus Pendidikan Preskriptif
adalah seperangkat konsep-konsep tentang sesuatu aspek pendidikan yang bertujuan menjelaskan bagaimana peristiwa-peistiwa pendidikan telah, sedang, dan diperkirakan terjadi di masyarakat. Teori yang termasuk kelompok ini adalah ilmu-ilmu pendidikan, antara lain:
1)      Pedagogik: studi ilmiah tentang situasi pendidikan meliputi komponen pendidikan, yakni: tujuan pendidikan, peserta didik, pendidik, metode pendidikan, isi pendidikan, lingkungan pendidikan, dan sarana prasarana pendidikan
2)      Orthopedagogik: studi ilmiah tentang situasi pendidikan untuk anak dan remaja yang berkebutuhan khusus, yakni menyandang kelainan fisik, mental, dan atau perilaku.
3)      Psikologi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek individu dalam pendidikan.
4)      Sosiologi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek sosial dalam pendidikan.
5)      Ilmu Pendidikan Demografis/Kependudukan: studi ilmiah tentang aspek demografis dalam pendidikan atau hubungan penduduk manusia dengan lingkungan.
6)      Andragogi: studi ilmiah tentang membantu orang dewasa dalam belajar.
7)      Antropologi Pendidikan dan Etnografi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek budaya dalam pendidikan.
8)      Ekonomika Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek ekonomi dalam pendidikan
9)      Politika Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek politik atau kebijaksanaan dalam pendidikan.
10)  Ilmu Administrasi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek cara mengatur penyelenggaraan pendidikan.

Konsep Pendidikan
Mudyahardjo (2001:3-16) membagi definisi pendidikan menjadi 3, yaitu definisi luas, sempit, dan luas terbatas. Hal tersebut dapat dijelaskan sabagai berikut.
1.                  Definisi Luas
Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Karakteristik konsep ini, yaitu: (a) masa pendidikan seumur hidup selama ada pengaruh lingkungan; (b) lingkungan pendidikan dapat diciptakan maupun ada dengan sendirinya; (c) kegiatan dapat berbentuk tak sengaja ataupun yang terprogram; (d) tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar, tapi terkandung dalam tiap pengalaman belajar, tidak terbatas, dan sama dengan tujuan hidup; (e) didukung oleh kaum humanis romantik dan kaum pragmatik.
2.                  Definisi Sempit
Pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Karakteristik konsep ini, yaitu: (a) masa pendidikan terbatas; (b) lingkungan pendidikan diciptakan khusus; (c) isi pendidikan tersusun secara terprogram dalam bentuk kurikulum, kegiatan pendidikan berorientasi kepada guru, dan kegiatan terjadwal; (d) tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar, terbatas pada pengembangan kemampuan-kemampuan tertentu, bertujuan untuk mempersiapkan hidup; (e) didukung oleh kaum behavioris.
3.                  Definisi Luas Terbatas
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang. Karakteristik konsep ini, yaitu: (a) masa pendidikan berlangsung seumur hidup yang kegiatannya tidak berlangsung sembarang, tapi pada saat tertentu; (b) berlangsung dalam sebagian lingkungan hidup {lingkungan hidup kultural}; (c) berbentuk pendidikan formal, informal, dan nonformal; (d) tujuan pendidikan adalah sebagian dari tujuan hidup yang bersifat menunjang terhadap pencapaian tujuan hidup; (e) didukung oleh kaum humanis realistik dan realisme kritis.
            Menurut Miarso (2004:9-10), ada beberapa konsepsi dasar pendidikan, yakni:
1.                  Pendidikan pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anak didik yang berakibat terjadinya perubahan pada diri pribadinya.
2.                  Pendidikan adalah proses yang berlangsung seumur hidup.
3.                  Pendidikan dapat berlangsung kapan dan dimana saja, yaitu pada saat dan tempat yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak didik.
4.                  Pendidikan dapat berlangsung secara mandiri dan dapat berlangsung secara efektif dengan dilakukannya pengawasan dan penilikan berkala.
5.                  Pendidikan dapat berlangsung secara efektif baik di dalam kelompok yang homogen, kelompok yang heterogen, maupun perseorangan.
6.                  Belajar dapat diperoleh dari siapa dan apa saja, baik yang sengaja dirancang maupun yang diambil manfaatnya.
Simpulan
Berdasarkan penjelasan di pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat teori pendidikan yaitu teori behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisime, dan humanistik. Sedangkan untuk konsep pendidikan yang penulis simpulkan berdasarkan dari beberapa pendapat yaitu Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan secara terencana melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah untuk mengembangkan seluruh kemampuan (potensi) yang dimiliki seseorang baik itu pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk digunakan dalam memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1.                  Teori pendidikan dapat dilihat dari 3 segi yaitu bentuk, isi, dan asumsi pokok. Dari segi bentuk, teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan. Isi sebuah teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep tentang peristiwa pendidikan. Sedang, asumsi pokok menyatakan pendidikan adalah aktual, normatif, dan proses.
2.                  Konsep pendidikan meliputi pendidikan adalah kehidupan, pendidikan adalah sekolah, dan pendidikan sekolah dan luar sekolah.

Daftar Pustaka
Mudyaharjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana

Miarso, Yusufhadi. Kuliah umum Dasar-dasar Teknologi Pendidikan program studi Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sriwijaya semester satu pada 2 September 2013.

Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Soetriono dan Rita Hanafie. 2007. Filasafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi.

Sukardjo. 2009. Landasan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sukmadiata, N.S. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Yayasan Kusuma Karya.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Uno, Hamzah B. Orientasi dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.








1 komentar:

  1. terima kasih admin, disini ==> www.intanonline.com tersedia buku mengenai pendidikan lho, yuk kunjungi websitenya.. :)

    BalasHapus