Sabtu, 09 November 2013

KONFLIK POLITIK KUBA DAN AMERIKA SERIKAT (1959-1962)



KONFLIK  POLITIK  KUBA  DAN AMERIKA SERIKAT (1959-1962)
Oleh Sri Purwati

Abstrak
Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk mengetahui konflik politik Kuba dan Amerika Serikat pada tahun 1959-1962. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang meliputi beberapa tahap yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Intervensi Pemerintah Amerika Serikat di Kuba mulai dilaksanakan melalui Amandement Platt. Tahap selanjutnya Pemerintah Amerika Serikat, melakukan intervensi politik dengan memberikan dukungan politik terhadap Eksil Kuba dan memonopoli perekonomian Kuba yang mengakibatkan berkembangnya sikap anti-Amerika di Kuba yang berdampak terhadap munculnya konflik politik Kuba dan Amerika Serikat. Berkembangnya sikap anti-Amerika di Kuba diwujudkan dengan pelaksanaan nasionalisasi ekonomi dan reformasi agraria yang menimbulkan reaksi politik dari Pemerintah Amerika Serikat seperti, embargo ekonomi dan invasi militer di Kuba. Konflik politik yang terjadi antara Pemerintah Kuba dan Pemerintah Amerika Serikat semakin meningkat setelah adanya reaksi balasan dari Pemerintah Kuba terhadap kebijakan politik Pemerintah Amerika Serikat tersebut. Reaksi tersebut ditandai dengan pendeklarasian Negara Kuba sebagai Negara Sosialis dan pembangunan rudal nuklir Uni Soviet di Kuba. Adanya  rudal nuklir Uni Soviet di Kuba telah menimbulkan kekhawatiran Pemerintah Amerika Serikat terhadap Kemungkinan akan terjadinya perang nuklir yang dapat mengancam keberadaan Amerika Serikat khususnya dan dunia pada umumnya.
Kata-kata kunci : Konflik Politik, Kuba, Amerika Serikat

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setelah Perang Dunia II terjadi perimbangan kekuasaan yang ditandai dengan meningkatnya dominasi Uni Soviet dan Amerika Serikat dalam sistem internasional yang dikenal dengan bipolaritas. Pengaruh bipolaritas mengakibatkan dunia terbagi ke dalam dua blok yaitu blok barat dan blok timur. Blok barat dipimpin oleh Amerika Serikat yang menganut ideologi liberalisme yang disebut blok demokrasi, sedangkan blok timur dipimpin oleh Uni Soviet yang menganut ideologi komunisme dan dikenal sebagai blok komunis (Escher, 1957:141-142).
Perbedaan ideologi antara Amerika dan Uni Soviet mengakibatkan terjadinya persaingan  dalam bidang politik, ekonomi, dan pertahanan keamana. Amerika Serikat sebagai negara yang sangat berpengaruh dalam blok barat berusaha untuk menjadi negara adi kuasa di dunia maka untuk mencapai tujuan tersebut Amerika Serikat menerapkan pengaruh politiknya melalui pelaksanaan politik luar negeri dengan melakukan intervensi di setiap kawasan  di dunia (Tjeng, 1981:27-36).
Kawasan Amerika Latin dianggap penting oleh Amerika Serikat karena merupakan kawasan yang dekat dengan Amerika Serikat. Amerika Latin terletak di selatan Amerika Serikat dengan demikian wilayah itu penting untuk pertahanan Amerika Serikat. Bagi Amerika Serikat wilayah Amerika Latin berfungsi sebagai garis pertahanannya, baik dalam arti militer, politis, maupun ekonomis, terutama dalam menanggulangi pengaruh komunis (Mukmin, 1981:67).
Salah satu negara yang berada di kawasan Amerika Latin adalah Kuba. Dari sudut politik, Kuba merupakan pulau yang mempunyai posisi yang sangat stategis bagi siasat pertahanan Amerika Serikat dari Teluk Meksiko sedangkan dari sudut ekonomi, Amerika mempunyai kepentingan ekonomi yang besar, sebab Kuba merupakan pemasok gula terbesar di dunia setelah Brasil (Zaviera, 2007:20).
Hubungan bilateral antara Negara Amerika Serikat dan Negara Kuba terjalin dengan baik pada masa pemerintahan Fulgencio Batista. Ia mengembangkan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat karena memiliki tujuan utama yaitu ingin mendapatkan bantuan ekonomi dan militer dari Amerika Serikat yang akan dimanfaatkan sebagai politik untuk mempertahankan kekuasaanya. Fulgencio Batista dikenal oleh rakyat Kuba sebagai pemimpin yang diktator. Pelaksanaan pemerintahan diktator dibawah pimpinan  Fulgencio Batista dipenuhi oleh korupsi dan penyelewengan kekuasaan yang menyebabkan terjadinya gerakan perlawanan dari rakyat Kuba dibawah pimpinan Fidel Castro (Zaviera, 2007:28).
Pada tanggal 26 Juli 1953, Fidel Castro memimpin penyerangan di barak Moncada yang merupakan gudang senjata bagi kekuatan pertahanan dan keamanan Pemerintahan Fulgencio Batista. Tindakan penyerangan tersebut mengalami kegagalan dan berakhir pada penangkapan Fidel Castro (Pambudi, 2007:60).
Dua tahun kemudian, pada tahun 1955 di Havana terjadi demontrasi yang bertujuan menuntut pembebasan para tahanan politik di Kuba. Tindakan tersebut didukung pula oleh kelompok politik anti-Batista dan kelompok intelektual Kuba yang melakukan penandatanganan somasi politik mengenai tuntutan pembebasan para tahanan politik di Kuba terutama bagi tahanan politik yang terlibat dalam kasus Mocanda. Ketidakstabilan politik di Kuba tersebut mengakibatkan semakin terdesaknya kekuasaan pemerintah diktator Fulgencio Batista di Kuba. Untuk mengatasi pergolakan politik tersebut, parlemen Kuba kemudian mendesak  Fulgencio Batista agar mengeluarkan amnesti umum bagi tahanan politik Kuba. Amnesti umum tersebut akhirnya dikeluarkan pada tanggal 15 Mei 1955. Dengan dikeluarkannya amnesti umum tersebut, maka para tahanan politik Kuba termasuk Fidel Castro secara resmi mendapatkan kebebasannya (Usman, 2006:37).
Fidel Castro selanjutnya merencanakan gerakan 26 Juli yang bertujuan untuk menggulingkan Pemerintahan Fulgencio Batista, adapun nama gerakan itu diambil dari tanggal pelaksanaan serangan yang gagal di Barak Moncada. Pada Mei 1958, Fulgencio Batista mengeluarkan Operasi Verano untuk memerangi Fidel Castro dan kelompok anti pemerintahannya. Operasi Verano mendapat tantangan dari pasukan gerilya yang dipimpin oleh Fidel Catro. Ia memerintahkan tiga pasukan yang dipimpin Che Guevara, Jaime Vega, dan Camilo Cienfugos untuk menyerang Kuba (Quirk, 2007:21).
Pasukan Fidel Castro bergerak menuju daratan Cauto yang mendapat dukungan dari Huber Matos, seorang penentang rezim Batista hingga ke Provinsi Granma, sedangkan pasukan yang dipimpin Raul Castro menuju bagian timur provinsi tersebut. Mereka pun berhasil menguasai kota itu. Pada tanggal 1 Januari 1959, gerakan perlawanan rakyat Kuba berhasil menggulingkan Pemerintahan Fulgencio Batista yang didukung Amerika dan memaksa  Fulgencio Batista melarikan diri dari Kuba (Quirk, 2007:25).
Rumusan masalah dan pembatasan masalah
Rumusan masalah
                  Rumusan masalah dalam artikel ilmiah ini adalah :
1.      Bagaimana kebijakan politik Pemerintah Amerika Serikat di Kuba?
2.      Bagaimana reaksi Pemerintah Amerika Serikat terhadap sikap anti-Amerika di Kuba?
3.      Bagaimana reaksi Pemerintah Kuba terhadap sikap Amerika Serikat di Kuba?

Pembatasan masalah
                  Mengingat luasnya permasalahan yang akan dibahas dan untuk menghindari kesimpangsiuran pembahasan, maka pembatasan masalah dalam tulisan ini dibatasi pada:
1.      Kebijakan politik Pemerintah Amerika Serikat di Kuba pada masa pemerintahan Presiden Eishenhower dan  Presiden John F Kennedy.
2.      Reaksi Amerika Serikat terhadap Kuba dalam bidang politik dan ekonomi.
3.      Reaksi Kuba terhadap  Amerika  Serikat dalam bidang politik dan ekonomi.
Tujuan Penelitian
                  Tujuan penelitian dalam artikel ilmiah yang berjudul konflik politik Kuba dan Amerika Serikat (1959-1962) yaitu:
1.      Untuk mengetahui kebijakan politik Pemerintah Amerika Serikat di Kuba
2.      Untuk mengetahui dan mendeskripsikan reaksi Pemerintah Amerika Serikat terhadap sikap anti-Amerika di Kuba
3.      Untuk mengetahui reaksi Pemerintah Kuba terhadap sikap Amerika Serikat
TINJAUAN PUSTAKA
Terminologi Konflik Politik
Pengertian Konflik
                  Secara etimologis konflik berasal dari Bahasa Latin yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara terminologi sumber konflik berasal dari perbedaan pendapat, persaingan, dan permusuhan. Konflik muncul ketika terjadi persaingan antara dua pihak yang berbeda kepentingan dan tujuan.
                  Menurut Surbakti (1992:149) konflik mengandung pengertian “benturan”, seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara individu, kelompok dan kelompok, anatara individu atau kelompok dengan pemerintah.
                  Konflik mencakup bermacam-macam tindakan seperti tindakan diplomatik, propaganda, ancaman, dan sanksi militer. Tindakan-tindakan tersebut dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain. Ketika para pengambil kebijaksanaan dalam suatu negara memiliki sikap dan predisposisi, seperti prasangaka dan kecurigaan terhadap negara lain maka akan terjadi ketegangan. Jika ketegangan diikuti dengan kecendrungan menerapkan perilaku konflik dalam mencapai sasaran yang bertentangan dengan kepentingan negara lain, maka akan menimbulkan krisis (Soeprapto, 1997:163).
Pengertian Politik
            Secara etimologis politik berasal dari bahasa Yunani “polis” yang berarti kota atau negara kota. Menurut Surbakti (1992:2), ada lima pandangan mengenai politik yaitu : (a) politik ialah  usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama; (b) politik ialah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan; (c) politik sebagai usaha kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan dan melaksanakan kekuasaan dalam masysrakat; (d) politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum; (e) politik sebagai konflik dalam rangka mencari atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.
Pengertian Konflik Politik
            Konflik politik berasal dari dua kata yaitu konflik dan politik. Konflik politik berkaitan dengan kebijakan yang dibuat oleh penguasa politik. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara konflik politik dapat terjadi karena adanya perbedaan ideologi dan kepentingan dalam masyarakat atau dalam suatu bangsa. Menurut Duverger, konflik dapat terjadi karena adanya perbedaan ideologi yaitu liberalisme dan komunisme (Rauf, 2001:46).
Tipe-tipe Konflik Politik
            Menurut Surbakti (1992:153), konflik politik dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu konflik politik positif dan konflik politik negatif. Konflik politik positif adalah konflik yang tidak mengancam eksistensi sistem politik, umumnya disalurkan melalui mekanisme penyelesaian konflik yang disepakati bersama dalam konstitusi. Mekanisme yang dimaksud ialah lembaga pemerintahan seperti partai politik, badan perwakilan rakyat, pengadilan, pers, dan forum terbuka, sedangkan konflik politik negatif adalah konflik yang mengancam eksistensi sistem politik yang umumnya disalurkan melalui cara nonskontitusi seperti kudeta, separatisme, terorisme dan revolusi.
Penyelesaian Konflik Politik
            Penyelesaian konflik politik mengandung makna tercapainnya kesepakatan antara pihak yang bertikai. Dengan adanya kesepakan tersebut, maka konflik politik yang terjadi memiliki kemungkinan untuk diakhri dan mencapai perdamaian melalui teknik penyelesaian konflik. Menurut Mas’oed (1992:41), tekhnik penyelesaian konflik terdiri dari perundingan antara pihak yang bertikai, mediasi atau arbitrasi oleh pihak ke tiga, dan melalui proses peradilan. Proses penyelesaian konflik politik bila dikaitkan dengan negosiasi antara pihak yang bertikai perlu melibatkan intervensi dari pihak ketiga. Dengan demikian, keberadaan pihak ketiga dapat membantu menyelesaikan konflik politik dalam suatu negara.
            Penyelesaian konflik politik terbagi dalam dua sifat yang pertama adalah bersifat kekerasan seperti melakukan invasi dan blokade, kedua proses penyelesaian konflik  politik yang tidak bersifat kekerasan dibagi kedalam tiga tahap, adapun ketiga tahap itu meliputi politisasi (koalisi), tahap keputusan dan tahap pelaksanaan integritas (Surbakti, 1999:164).
Pola Politik Internasional Pasca Perang Dunia II
            Pola politik internasional pasca Perang Dunia II dipengaruhi oleh politik perimbangan kekuasaan. Menurut Morgenthau (1991:31) istilah perimbangan kekuasaan merupakan aspirasi beberapa bangsa untuk memperoleh kekuasaan dan berupaya mempertahankan atau menghilangkan status quo. Konflik dapat terjadi bila ada keinginan memperoleh atau  mempertahankan kekuasaan yang diikuti dengan perebutan kekuasaan antara individu, kelompok atau negara.
            Perebutan kekuasaan terjadi melalui  dua pola yaitu pola perlawanan  langsung dan pola persaingan. Pola perlawanan langsung merupakan tindakan perlawanan yang terjadi antar bangsa untuk berkuasa terhadap bangsa lain yang ditandai dengan konflik langsung hingga peperangan, sedangkan pola persaingan, adalah tindakan perlawanan melalui usaha perimbangan kekuasaan, persaingan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial budaya dalam kondisi ketegangan dan dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pola persaingan politik sebagai perwujudan perlawanan tidak langsung terjadi pada kasus politik di Kuba pasca Perang Dunia II, Amerika Serikat berupaya mendominasi sistem politik dan ekonomi Kuba dalam menghadapi Uni Soviet yang berusaha memperluas komunisme di Kuba (Canu, 1953:161; Escher, 1957:139; Morgenthau, 1991:11-14;).
Politik Luar Negeri Amerika Serikat
            Coulumbis dan Wolf menyatakan politik luar negeri merupakan sintesis dari tujuan atau kepentingan nasional dengan power dan kapabilitas. Proses pelaksanaan kepentingan nasional dilaksanakan oleh pimpinan tertinggi eksekutif seperti presiden, dibawah pimpinan tertinggi seperti menteri luar negeri, menteri pertahanan, dan kepala dinas intelijen serta lembaga-lembaga negara seperti parlemen dengan komisi luar negeri (Soeprapto, 1997:187).
            Setelah Perang Dunia II, Pax Americana  menjadi kekuatan Amerika Serikat dibidang ekonomi dan industri yang dilaksanakan seiring dengan pelaksanaan politik luar negeri Amerika Serikat untuk membendung komunisme (Tjeng, 1981:61).
Keadaan Umum Kuba
Keadaan geografis
            Kuba adalah pulau terbesar di Karibia yang terletak 90 mil dari pantai Amerika Serikat.  Nama Kuba berasal dari Bahasa Taino yaitu cubabacan yang berarti tempat yang sentral. Kuba merupakan Negara kepulauan yang terletak di Karibia Utara, pada pertemuan Laut Karibia, Teluk Meksiko, dan Samudera Atlantik. Disebelah utara kepulauan Kuba terletak kepulauan Bahama, disebelah timur laut Kuba terletak negara bagian Florida, Amerika Serikat dan Bahama. Di sebelah timur terdapat Turks, Caicos dan Haiti, dan disebelah barat terdapat Meksiko, kepulauan Cayman,  sementara itu, Jamaika terletak di sebelah selatan dari ujung timur Kuba (Zaviera, 2006:19).
            Secara fisiografis, Kuba melajur sepanjang 1.300 km dari timur ke barat. Dari utara ke selatan, lebarnya antara 30-217 km. Panjang garis pantai pulau ini adalah 3.200 km dengan  bagian pinggir pulau-pulau kecil dari terumbu karang. Di sebelah timur Kuba terdapat susunan pegunungan yang terdiri dari deretan pegunungan Sierra Crista dan Sierra Maestra, sedangkan di sebelah barat terdapat susunan pegunungan Sierra del Rosaria yang terletak dari Sierra de los O’rganos, Provinasi Pinar del Rio. Di Kuba terdapat sungai-sungai kecil yang mengalir dari utara ke selatan atau sebaliknya. Sungai-sungai Kuba yang mengalir ke selatan akan masuk ke rawa-rawa. Adapun rawa terluas adalah rawa di Semenanjung Zapata. Di Kuba terdapat 14 Provinsi yaitu Pinar del Rio, Ciego de Avila, La Habana (Havana), Ciudad de la Habana, Matanzas, Cienfugos, Villa Clara, Sancti Spritus, Camaguey, Las Tunas, Granma, Holguin, Santiago de Cuba, Guentanamo dan Isla de la Juventud (Usman, 2006:6-7).
Keadaan penduduk
            Pulau Kuba dihuni oleh dua suku bangsa pribumi yang terdiri dari suku Taino dan suku Siboney. Suku bangsa Taino merupakan petani yang cakap, sedangkan suku bangsa Siboney adalah suku bangsa pemburu dan sedikit melaksanakan pertanian. Suku bangsa Taino dan Siboney mempunyai adat istiadat dan kepercayaan seupa yaitu ritual suci yang dipraktikkan menggunakan tembakau yang disebut cocoba atau merokok. Suku bangsa Taino adalah bagian kelompok budaya yang umumnya disebut suku arawak, yang menyebar hingga ke Amerika Selatan (Zaviera, 2006:22).
METODOLOGI DAN PENDEKATAN
Metodologi    
            Metodologi berasal dari kata “metode” yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan “logos” yang artinya ilmu atau pengetahuan. Metodologi berperan sebagai dasar acuan untuk melakukan suatu penelitian seperti penulisan sejarah.
            Menurut Gottschalk (1975:19), yang dimaksud metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Pendapat ini diperkuat oleh Hugiono (1986:25), yang menyatakan bahwa istilah metode sejarah memiliki arti yang luas tidak hanya menyangkut analisis kritis saja, melainkan meliputi usaha sintesa data agar penyajian dan kisah sejarah dapat dipercaya. Untuk mencapai sejarah yang analitis kritis diperlukan penelitian sejarah.
            Langkah-langkah penelitian sejarah adalah pertama, heuristik yaitu mencari sumber-sumber, kedua kritik yaitu melakukan kritik sumber dengan cara  memverifikasi kebenaran dan keakuratan data, ketiga interpretasi yaitu kegiatan menghubungkan antara sumber melalui kegiatan penafsiran, analisis dan sintesis data sejarah,  dan keempat historiografi yaitu tekhik penulisan, pemaparan atau pelaporan sejarah sebagai bentuk rekontruksi peristiwa masa lampau berdasarkan data sejarah
Pendekatan
            Untuk menghasilkan suatu penelitian sejarah yang deskriftif analisis perlu dilakukan suatu pendekatan. Dalam penulisan sejarah yang sifatnya kompleks diperlukan pendekatan multidimensional yaitu  kerja sama antar ilmu sosial untuk mengungkapkan kecenderungan serta pola umum sebelum dapat melakukan ramalan (prediksi) masa yang akan datang (Sjamsuddin, 2007:288). Pendekatan ilmu sosial yang digunakan dalam artikel ini ialah menggunakan pendekatan ilmu politik, pendekatan ilmu geografi, pendekatan ilmu ekonomi, dan pendekatan ilmu sosiologi.
PEMBAHASAN
Kebijakan Politik Amerika Serikat terhadap Kuba
Intervensi Politik Amerika Serikat di Kuba melalui Amandement Platt
            Negara Kuba memperoleh kemerdekaannya pada tanggal 20 Mei 1902 melalui sebuah perjanjian antara Kuba dan Amerika Serikat yang dikenal sebagai Amandement Platt  yang berisi kewajiban Negara Kuba seperti Negara Kuba tidak boleh mengadakan perjanjian internasional apapun yang dapat mengurangi kemerdekaannya, Negara Kuba tidak boleh mengadakan perjanjian yang dapat memberikan kekuasaaan atau sebagaian wilayah Kuba kepada Negara asing. Negara Kuba diwajibkan untuk memelihara kesehatan kotanya, dan Negara Kuba diwajibkan untuk menjual atau menyewakan tanah kepada Amerika Serikat yang diperlukan untuk perbekalan batu bara dan pangkalan laut di lokasi yang disetujui Presiden Amerika Serikat. Bedasarkan perjanjian tersebut kemudian Amerika Serikat menyewa Teluk Guantanamo yang digunakan sebagai pangkalan militernya. Dengan demikian Amerika Serikat dapat dengan mudah mengawasi dan pemproteksi wilayah Kuba (Escher, 1957:109; Morgenthau, 1999:213).
            Pada kenyataannya, Amandement Platt telah menyebabkan Kuba menjadi sebuah jajahan bagi Amerika Serikat yang memiliki hak istimewa untuk melegalkan segala kepentingannya di Kuba. Walaupun Amandement ini kemudian dihapuskan pada tahun 1934,  namun intervensi Amerika Serikat tetap berpengaruh di bidang politik dan bidang ekonomi Kuba karena pemerintah Amerika Serikat mampu mempengaruhi kebijakan pemimpin Kuba seperti Ramon Grau San Martin dan Fulgencio Batista (Usman, 2006:7).   
Pengaruh politik Amerika Serikat semakin besar terjadi pada masa pemerintahan diktator Fulgencio Batista. Amerika Serikat berusaha memperkuat pengaruhnya dengan cara memberikan bantuan militer bagi pemerintahan Kuba. Bantuan militer yang Pemerintah Amerika Serikat kemudian dimanfaatkan oleh  Fulgencio Batista untuk mempertahankan kekuasaanya di Kuba. Hal inilah yang kemudian menyebabkan ketergantungan pemerintahan diktator Fulgencio Batista terhadap Amerika Serikat. Walaupun, ia menjabat sebagai pemimpin tertinggi Kuba secara de facto namun, ia tidak dapat berkuasa sepenuhnya tanpa dukungan penuh dari Pemerintah Amerika Serikat. Kondisi ini dimanfaatkan Pemerintahan Amerika Serikat untuk mengendalikan Pemerintahan Kuba, dengan demikian pemerintahan Kuba dibawah pimpinan diktator Fulgencio Batista hanya berperan sebagai boneka Amerika Serikat untuk menguasai pulau di Karibia tersebut (Pambudi, 2006:58).
            Ketidakstabilan politik dan ekonomi Kuba yang disebabkan intervensi politik dan dominasi kekuasaan Amerika Serikat di Kuba telah meningkatkan sikap anti-Amerika, meningkatkan kesadaran nasional rakyat Kuba untuk menentang intervensi bangsa asing dan meruntuhkan kekuasaan diktator Fulgencio Batista. Rakyat Kuba kemudian menyampaikan aspirasi politik melalui demonstrasi yang bertujuan untuk menuntut penghapusan dominasi pihak asing di Kuba, pembaharuan politik, dan perbaikan sistem perekonomian Negara Kuba. Tuntutan tersebut mendapat dukungan dari aktivis Havana Kuba yang memiliki semangat nasionalisme dan menentang kapitalisme (Zaviera, 2007:49).
            Aktivis  Havana merupakan kelompok mahasiswa Kuba yang dipimpin Fidel Castro. Mereka merencanakan penggulingan kekuasaan diktator Fulgencio Batista dengan cara menyerang markas militer Moncada di Santiago de la Cuba. Markas ini merupakan gudang senjata dan simbol kekuatan  pemerintahan diktator Fulgencio Batista. Serangan ini dimaksudkan untuk menggulingkan pemerintahan diktator yang dipenuhi korupsi dan menentang dominasi asing di Kuba. Pada tanggal 26 Juli 1953, kelompok Revolusioner Kuba menyerang markas militer Moncada, walaupun serangan ini gagal, namun kelompok Revolusioner Kuba tetap melanjutkan perjuangannya melalui sebuah serangan di markas militer El Uvero pada tanggal 28 Mei 1957 (Usman, 2006:33).
 Setelah penyerangan di markas militer El Uvero tersebut, Pemerintah Kuba semakin bersifat represif. Pemilu yang seharusnya dilaksanakan pada 1 November 1957 diundur hingga 1 Januari 1958, kebebasan sipil dihilangkan dan status hukum berubah menjadi darurat perang. Sementara itu dalam rangka mengahadapi tekanan politik yang ditujukan kepada kelompok Revolusioner Kuba, maka mereka kemudian mengeluarkan Manifesto Sierra Maestra yang berisi tuntutan rakyat. Tuntutan ini terdiri dari (1) Pembentukan front Revolusi Rakyat dengan strategi bersama; (2) Pembentukan sebuah pemerintahan sementara yang diketuai seorang pemimpin yang netral yang dipilih oleh asosiasi warga; (3) Penyelenggaraan pemilu yang bebas dengan pemimpin sementara yang diketuai seorang pemimpin yang netral yang dipilih oleh asosiasi warga; (4) Reformasi untuk kebebasan politik, pembayaran publik, hak-hak sipil dan individu, pertanian, serikat buruh, dan industri; (5) Penghentian pengiriman senjata dari Amerika Serikat untuk Batista; (6) Depolitisasi tentara dan penghapusan junta militer (Usman, 2006:48).
            Setelah dikeluarkannya Manifesto Sierra Maestra, kelompok Revolusioner Kuba kemudian melanjudkan perjuangannya dengan melakukan penyerangan terhadap pemerintahan diktator  Fulgencio Batista melalui sebuah gerakan militer yang dikenal sebagai gerakan 26 Juli,. Usaha tersebut akhirnya mencapai keberhasilan yang ditandai dengan runtuhnya kekuasaan diktator Kuba pada tanggal 1 Januari 1959. Keberhasilan kelompok Revolusioner dalam meruntuhkan kekuasaan diktator Fulgencio Batista telah memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan gerakan anti-Amerika di Kuba. Gerakan ini selanjutnya semakin meluas dikalangan rakyat Kuba dan mampu meningkatkan nasionalisme di Kuba (Usman: 2006:54; Zaviera, 2007:29).
Dukungan Politik Pemerintahan Amerika Serikat terhadap Eksil Kuba
            Permasalahan eksil Kuba terjadi setelah Fidel Castro menjadi pemimpin Kuba. Dalam melaksanakan kebijakan politik dan pemerintahan, ia bersikap tegas terhadap para pendukung diktator Batista (Batistianos). Mereka ditangkap kemudian diadili dengan tuduhan melakukan perbuatan kriminal terhadap rakyat Kuba. Sikap tegas Pemerintah Kuba tersebut mendapat kritikan dari pihak anti-Castro yang terdiri dari kelompok Batistianos yang pada umumnya merupakan masyarakat kelas atas di Kuba dan golongan liberal. Kecaman politik terhadap Pemerintah Kuba pun semakin memuncak. Setelah Pemerintah Kuba mengeluarkan Undang-Undang Reformasi Agraria (Usman,2006:62).
Berdasarkan Undang-Undang Reformasi Agraria, Pemerintah Kuba dapat melakukan nasionalisasi terhadap asset kelas atas dan kelas menengah di Kuba terutama aset millik perusahaan Amerika Serikat. Kelompok anti-Castro yang terancam kebijakan Undang-Undang Reformasi Agraria tersebut kemudian bermigrasi ke Amerika Serikat. Setelah itu, mereka membentuk kelompok anti-Castro yang berpusat di Miami, Florida yang kemudian dikenal sebagai eksil Kuba atau orang pengasingan (Quirk, 2007:17; Pambudi, 2007:120; Usman, 2006:55-59).
Pada tanggal 5 November 1959, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan memorandum yang menyatakan bahwa  seluruh tindakan Pemerintah Amerika Serikat harus dilakukan dengan tujuan mendorong oposisi di Kuba dan dimanapun di kawasan Amerika Latin untuk menentang rezim Fidel Castro. Berdasarkan kebijakan tersebut, maka CIA kemudian menggabungkan kelompok oposisi Kuba, Movimiento de Recupercion Revolucionar (MRR atau Gerakan Pemulihan Revolusioner) yang dipimpin oleh Manuel Artime dengan eksil Kuba dalam Frente Democratio Revolucionario atau Front Demokratik Revolusioner (FDR) yang berperan sebagai lembaga politik bagi pasukan militer anti-Castro dan mendapatkan pelatihan di Guetemala (Gonzales, 2007:22).
Pada tanggal 17 Maret 1960, Presiden Eisenhower menyetujui kebijakan CIA untuk melatih dan memberikan perlengkapan persenjataan kepada pada eksil Kuba untuk menyerang Pemerintah Kuba. Dalam melaksanakan rencananya, CIA melakukan empat aksi politik yaitu : (1) membentuk kelompok oposisi moderat di pengasingan; (2) Menciptakan sebuah stasiun radio yang siarannya dapat mencapai wilayah Kuba atau di Swan Island yang berada di selatan Kuba; (3) Menciptakan sebuah intelejensi rahasia dan organisasi yang responsive terhadap pemerintah dan arahan oposisis pengasingan; dan (4) Memulai pelatihan pasukan militer di luar Kuba (Gonzales, 2007:29).
Setelah para eksi Kuba dilatih dan dipersenjatai Amerika Serikat, mereka kemudian membentuk kesatuan militer yang dikenal dengan La Brigda atau Brigade 2506. Nama Brigade 2506 diambil dari nomor induk Rodriguez Santana yang meninggal karena kecelakaan dalam pelatiahn di Guetemala pada tanggal 8 September 1960. Ia adalah korban pertama pasukan pengasingan. Kebijakan membentuk Brigade 2506 ditanggapi  oleh Pemerintah Kuba sebagai bentuk intervensi politik Amerikan Serikat terhadap masalah intern negara Kuba yang tujuannya untuk menggulingkan pemerintah Fidel Catro (Gonzales, 2007:36).
Monopoli perekonomian Kuba oleh Amerika Serikat
Penerapan sistem ekonomi Amerika Serikat dilakukan melalui monopoli perekonomian Kuba tampak pada kasus pemilikan tanah di Kuba. Pada masa Pemerintahan Fulgencio Batista 75%  tanah pertanian di Kuba di kuasai oleh orang asing atau perusahaan asing terutama milik Amerika Serikat seperti United Fruit Company. Perusahaan ini menguasai tanah dari kawasan utara hingga ke selatan sepanjang pantai Provinsi Oriente. Monopoli perekonomian tersebut berdampak pada eksploitasi para pekerja yang mengakibatkan penderitaan rakyat Kuba. Para pekerja tersebut mendapatkan upah yang sangat kecil dan hidup dalam kemiskinan (Quirk, 2007:26).
            Monopoli perekonomian Kuba oleh Amerika Serikat ditandai pula dengan semakin meningkatnya keberadaan bank asing milik Amerika Serikat di Kuba seperti The First National Bank of Boston, First National City Bank of New York, Chase Manhattan dan lainnya, selain itu Amerika Serikat memiliki lebih dari 165 Perusahaan besar di Kuba, 60% bergerak di bidang jasa dan 40% bergerak di bidang industri gula. Salah satu contoh perusahaan yang bergerak di bidang jasa adalah perusahaan public relations yang didirikan David Atlee Philips, seorang pegawai CIA yang kemudian menjadi Kepala Propoganda Kuba setelah adanya nasionalisasi ekonomi di Kuba (Usman, 2006:68).
            Kondisi perekonomian Kuba semakin mengkhawatirkan setelah adanya pengaruh mafia Amerika Serikat yang dipimpin Mayer Lansky di Kuba. Mayer Lansky telah bekerja sama dengan Fulgencio Batista sejak tahun 1940 dalam pendirian kasino di Kuba. Kerja sama keduanya semakin dipererat sejak Mayer Lansky diangkat sebagai penasehat pribadi Fulgencio Batista. Mereka kemudian mengeluarkan kebijakan ekonomi mengenai pengesahan perdagangan alkohol, ganja, perjudian, dan prostitusi di Kuba sehingga pulau eksotis ini mendapat julukan sebagai The Latin Las Vegas (Luka, 2008:104-105).
            Pelaksanaan kebijakan ekonomi bagi pihak asing telah memberikan keuntungan yang besar bagi pemilik modal asing dan pejabat pemerintahan Kuba, sehingga menimbulkan kritikan dari rakyat Kuba. Mereka kemudian menuntut pembaharuan politik dan ekonomi di Kuba dan menuntut turunya Fulgencio Batista dari jabatannya sebagai pemimpin Kuba melalui Revolusi Kuba tahun 1959. Pasca Revolusi Kuba yang dipimpin Fidel Castro, sikap anti-Amerika semakin meluas pengaruhnya pada berbagai wilayah di Kuba. Selanjutnya, Pemerintahan yang dipimpin Fidel Castro melaksanakan pembaharuan politik dengan cara menasionalisasi perusahaan asing di Kuba dengan tujuan menstabilkan dan meningkatkan perekonomian Kuba melalui Undang-Undang Reformasi Agraria yang di sahkan pada tanggal 17 Mei 1959 (Castaneda, 2004:134-135).
            Berdasarkan Undang-Undang Reformasi Agraria maka, pemerintah Kuba memiliki hak legitimasi hukum untuk menyita tanah yang dimiliki perusahaan asing. Pelaksanaan kebijakan ini telah menyebabkan harga saham perusahaan gula jatuh di pasar bursa New York, dengan demikian Pemerintah Kuba dapat menyita perusahaan asing khususnya perusahaan Amerika Serikat, seperti United Fruit Company dan King Ranch, termasuk bank milik Amerika Serikat yang berada di Kuba (Quirk, 2007:26).
            Pada bulan Juni 1960, pemerintahan Kuba menasionalisasikan aset perusahaan Amerika Serikat sebesar 800 juta dolar Amerika Serikat, kemudian pada bulan Agustus 1960, pemerintah Kuba menasionalisasi seluruh bisnis Amerika Serikat seperti perusahaan listrik, perusahaan telepon, penyulingan bensinm, dan penyulingan gula.  Setelah menasionalisasi perusahan dan lahan yang luasnya lebih dari 460 hektar. Pemerintah Kuba kemudian memberikan tanah tersebut kepada petani.  Kebijakan ekonomi yang dilaksanakan Pemerintah Kuba menimbulkan dampak baik terhadap Pemerintahan yang dipimpin Fidel Castro karena mendapat dukungan dari seluruh wilayah Kuba, terutama dukungan dari petani di Kuba (Gonzales, 2007: 6).
            Selama dua tahun  pelaksanaan Reformasi Agraria, pemerintah Kuba telah mengusai seluruh lahan pertanian  maupun haciendas[1]. Jumlah lahan yang telah dikuasai telah mencapai lebih dari 700 ribu callabarias[2]. Lahan ini selanjutnya dimanfaatkan sebagai lahan milik Negara dan lahan koperasi seluas 290 ribu callabarias, 270 callabarias diberikan kepada petani yang tergabung dalam asosiasi produsen kecil nasional dan 140 ribu callabarias digunakan untuk kelompok petani yang masing-masing mendapat 5-30 callabarias. Kebijakan reformasi agraria dan nasionalisasi ekonomi serta pemeberian lahan pertanian bagi rakyat Kuba telah menumbuhkan rasa simpati dan dukungan rakyat terhadap pemerintah Kuba yang dipimpin oleh Fidel Castro dan memperluas sikap anti-Amerika di Kuba (Pambudi, 2007:114).
Rekasi Pemerintah Amerika Serikat terhadap sikap anti-Amerika di Kuba
Embargo ekonomi terhadap Kuba
            Hubungan diplomatik Kuba dan Amerika Serikat semakin memburuk pasca reformasi agraria dan nasionalisasi ekonomi. Ketegangan semakin memuncak setelah pelaksanaan kebijakan politik serta ekonomi sosialis di Kuba. Terutama nasionalisasi yang dilakukan  terhadap aset-aset Washington di wilayah tersebut. Lebih dari 100 perusahaan Amerika disita di Kuba (Gonzales, 2007: 6).
            Pada Februari 1960, pemerintah Kuba mengambil alih kilang minyak milik Amerika Serikat karena kilang minyak milik Amerika Serikat di Kuba menolak untuk memproduksi minyak. Mengetahui hal tersebut pemerintah Amerika Serikat kemudian melakukan balasan dengan memutuskan hubungan dioplomatik terhadap Kuba pada tanggal 3 Januari 1961.  Kemudian pemerintah Amerika Serikat membentuk persekutuan di Kawasan Amerika Latin, kanada dan Eropa dan memprakarsai berdirinya Alliance for Progress yang bertujuan  untuk mengucilkan Pemerintah Kuba dalam hubungan politik internasional (Mukmin, 1981:137-139; Usman, 2006:80).
Untuk melawan pemerintah Amerika Serikat yang saat itu dipimpin oleh Eisenhower, pemerintah Kuba segera membina hubungan baik dengan Uni Soviet yang ditandai dengan penandatanganan perjanjian yang ditandatangani oleh Fidel Castro dan Nikita Khrushchev mengenai diperbolehkannya Kuba menerima sejumlah bantuan militer dan ekonomi dari Uni Soviet. Pemerintah Uni Soviet mulai membina hubungan baik dengan Pemerintah Kuba dengan cara memberikan bantuan kepada Kuba dengan cara membeli gula dari Kuba melalui peningkatan ekspor gula ke Uni Soviet dan memberikan pinjaman 100 juta dollar tampa persyaratan apapun kepada Kuba. Penawaran ini diterima dengan baik oleh Pemerintah Kuba yang ditandai dengan pengiriman duta besar pertama Kuba ke Uni Soviet yang bernama Faure Choman (Zaviera, 2007:62).
            Sikap Pemerintah Kuba yang semakin cenderung mengarah ke politik sosialis  ditandai dengan meningkatnya hubungan diplomatik antara Kuba dan Uni Soviet semakin mengkhawatirkan kedudukan Amerika Serikat di kawasan Amerika Latin pada umumnya dan Kuba pada khususnya. Maka, sebagai upaya membendung komunisme dan menentang pemerintahan yang dipimpin Fidel Castro pada tanggal 19 Oktober 1960, Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan ekonomi yang berisi pelarangan segala macam bentuk perdagangan produk Amerika Serikat kecuali makanan dan obat-obatan di Kuba. Tindakan politik Amerika Serikat semakin tegas terhadap Kuba dengan dikeluarkannya embargo ekonomi Kuba pada tanggal 7 Februari 1962. Selama berada dalam embargo ekonomi rakyat Kuba mengalami kekurangan bahan pangan dan obat-obatan. Dalam keadaan ekonomi yang sedang terisolisasi, Pemerintah Kuba menegaskan bahwa Kuba akan mempererat hubungannya dengan Uni Soviet dalam bidang ekonomi dan militer (Shoelhi, 2007:115; Pambudi, 2007:123)
Keterlibatan Amerika Serikat dalam Serangan Teluk Babi di Kuba
            Pada tanggal 17 Maret 1960, Pemerintahan Eisenhower menyetujui kebijakan CIA untuk melatih dan memberikan perlengkapan militer kepada para eksil Kuba. CIA kemudian mulai merekrut dan melatih pasukan gerilya anti-Castro di pegunungan Sierra Madre, Guetemala. Pasukan penyerang ini dikenal dengan nama Brigade 2506. Setelah membentuk pasukan militer, Pemerintah Amerika Serikat dibawah pimpinan Eisenhower kemudian menyusun rencana untuk mendaratkan Brigade 2506 di Kota Trinidad yang berada di Provinsi Sancti Spritus dengan alasan dikawasan tersebut terdapat banyak kelompok gerilyawan anti-Castro yang dapat membantu Brigede 2506, namun operasi ini belum dapat terlaksana karena masa jabatan Eisenhower sebagai Presiden Amerika Serikat telah berakhir pada November 1960. Kebijakan Eisenhower kemudian dilanjutkan oleh John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat yang menggantikan Eisenhower (Quirk, 2007:28).
            Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy menerima penyerahan bendera Brigade 2506 dan memerintahkan agar pendaratan Brigade 2506 dilakukan di Semenanjung Zapata di Bahia de Cochinos (Teluk Babi) secara diam-diam tanpa bantuan militer pasukan Amerika Serikat. Hal ini dimaksudkan agar serangan tersebut terlihat seperti operasi gerilya dalam negeri dan akan membentuk persepsi internasional bahwa serangan yang terjadi di Kuba adalah pertempuran yang terjadi antara orang Kuba sendiri yang saling berselisih memperebutkan kekuasaan (Usman, 2006:70; Pambudi, 2008:128).
            Sebelum serangan tersebut dilaksanakan, Pemerintah Amerika Serikat memerintahkan tiga pesawat pengebom Douglas B-26 Invader yang menggunakan tanda Fuerza Aerea Revolucionaris (FAR atau Angkatan Udara Revolusioner) untuk menembaki dan mengebom landasan udara di San Antonio de los Banos, bandara internasional Antonio Maceo dan landasan udara di Ciudad Libertad pada tanggal 15 April 1961. Adapun maksud penyerangan ini adalah untuk menghancurkan kekuatan militer udara Kuba. Namun rencana ini gagal karena Pemerintah Kuba telah mengetahui rencana serangan ini sejak bulan April 1960 melalui agen KGB (dinas rahasia Soviet) yang bernama Osvaldo Sanchez Cabrera dan Aragon. Dengan demikian, pemerintah Kuba telah terlebih dahulu menyingkirkan pesawat tempurnya dari landasan udara Kuba (Gonzales, 2007:123).
            Perdana Menteri Kuba Dr. Raul Roa melaporkan tindakan penyerangan udara ke Majelis Umum PBB, ia menuduh Amerika Serikat bertanggung jawab atas serangan bom di Havana, San Antonio dan Santiago dan menganggap serangan yang terjadi merupakan pendahuluan dari sebuah serangan besar yang dirancang, diorganisir, dibantu, dipersenjatai, dan dibiayai oleh Amerika Serikat, namun tuduhan itu dibantah oleh Adlai Stevenson, wakil Amerika Serikat di PBB. Ia menyatakan tidak ada intervensi angkatan bersenjata Amerika Serikat dan tidak ada warga Amerika yang terlibat dalam segala aksi di Kuba (Gonzales, 2007:99).
            Menanggapi sikap Pemerintah Amerika Serikat, maka pada tanggal 16 April 1961 Komisi Pertahanan Revolusi Kuba kemudian melakukan mobilisasi pasukan militer untuk menahan orang yang dianggap menentang revolusi Kuba. Selain itu, di Kuba dibentuk pula pimpinan revolusi di Kuba yang memiliki tanggung jawab atas masing-masing wilayah seperti Raul Castro di Provinsi Oriente, Che Guevara di Pinar del Rio, Juan Almeida di Santa Clara, Ramiro Valdes bertanggung jawab atas intelijen dan Guillermo Garsia berada di Managua, Havana. Setelah pembentukan pemimpin revolusi, Pemerintah Kuba selanjutnya menyebarluaskan poster pengingatan akan adanya serangan di Kuba (Castaneda, 2004:310; Gonzales, 2007:100).
            Pada tanggal 17 April 1961, terjadi pendaratan empat buah kapal yang terdiri dari kapal Huston, kapal Rio Escodido, Kapal Caribe, dan kapal Atlantico yang mengangkut 1.511 Brigade 2506  yang di pimpin oleh Perez San Ramon di Pantai Teluk Babi. Mereka diperkuat oleh dua unit infantry landing carft milik CIA yang membawa persediaan makanan dan perlengkapan perang. Setelah mengetahui adanya pendaratan pasukan penyerang tersebut, Pemerintah Kuba mengumumkan Kuba dalam keadaan darurat. Fidel Castro segera memerintahkan angkatan bersenjata Kuba dan pasukan keamanan Kuba agar menindak tegas aksi sabotase, penembakan, dan serangan di Kuba. Ia kemudian mengkoordinasikan pasukan pertahanan di sepanjang Pulau Kuba dan melakukan serangan balasan terhadap para penyerang. Serangan di Kuba berhasil diatasi oleh pasukan revolusioner Kuba pada tanggal 19 April 1961. Kemenangan Kuba dalam menghadapi invasi tersebut menjadi simbol kemenangan terbesar Kuba dalam menghadapi Amerika Serikat (Pambudi, 2007:131; Gonzales, 2007:121).
Reaksi Pemerintah Kuba menghadapi kekuatan politik Amerika Serikat
Pemerintah Kuba mendeklarasikan Negara Kuba sebagai Negara Sosialis
            Setelah Pemerintah Amerika Serikat memutuskan hubungan diplomatik dengan Pemerintah Kuba yang terjadi pada tanggal 3 Januari 1961, hubungan Pemerintah Kuba dan Pemerintah Uni Soviet terjalin semakin erat terutama di bidang politik yang di buktikan dari adanya pidato Fidel Castro tanggal 20 April 1961 yang berisi sikap menentang intervensi Amerika Serikat di Kuba.  Pada tanggal 1 Mei 1961, saat peringatan hari buruh internasional rakyat Kuba mengajukan demonstrasi dan protes terhadap imperialisme dan kapitalisme yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat seperti monopoli perekonomian di Kuba. Sikap tegas tersebut diikuti pula dengan lahirnya kebijakan anti-pemilu di Kuba dan sikap mempertahankan Pemerintahan Revolusioner Kuba. Pada hari itu juga, Pemerintah Kuba mendeklarasikan negara Kuba sebagai negara sosialis (Usman, 2006:75).
            Pada tahun1961, Pemerintah Sosialis Kuba melaksanakan pembaharuan politik di Kuba seperti penggabungan Partai Rakyat Kuba (Partai Ortodoxos) dengan Partai Komunis Kuba menjadi partai tunggal yang disebut sebagai Partai Komunis Kuba dan Fidel Castro sebagai sekjen Partai Komunis Kuba. Setelah menjabat sebagai Sekjen Partai Komunis Kuba, Fidel Castro memiliki kekuasaan tertinggi dalam sistem politik di Pulau Karibia. Dengan dibentuknya sistem politik satu partai, maka Pemerintah Sosialis Kuba menguasai semua aspek kehidupan rakyat Kuba seperti aspek politik, aspek ekonomi, aspek social dan budaya (Luka, 2008:84).
Krisis Misil di Kuba
            Krisis missil di Kuba merupakan puncak konfrontasi antara Uni Soviet dan Amerika Serikat yang terjadi di Kuba pada era Perang Dingin.  Krisis ini terjadi setelah adanya invasi Teluk Babi yang melibatkan Amerika Serikat dalam usaha penggulingan Pemerintahan yang dipimpin Fidel Castro. Setelah peristiwa invasi Teluk Babi, pemerintah Kuba mengalami kekhawatiran akan adanya serangan lain yang akan terjadi di Kuba. Pemerintah Kuba kemudian membentuk koalisi politik dengan Pemerintah Uni Soviet sebagai bentuk usaha menentang Amerika Serikat. Pada bulan Mei 1962, delegasi Uni Soviet, Sharif Rashidov melakukan kunjungan politik ke Kuba untuk memberikan bantuan dalam persoalan irigasi di Kuba dan menawarkan pemasangan instalasi nuklir Uni Soviet di Kuba. Tawaran ini disambut baik oleh Pemerintah Kuba dengan pertimbangan bahwa adanya instalasi nuklir tersebut akan berguna sebagai bentuk antisipasi serangan Amerika Serikat terhadap Kuba (Pambudi, 2007:142; Quirk, 2007:29).
            Pada tanggal 8 Sepetember 1962, Uni Soviet mengirimkan kapal pengangkut perlengkapan militer dan instalasi nuklirnya ke Kuba. Pengiriman ini kemudian dilanjutkan pada tanggal 16 sepetember 1962. Setelah pengiriman senjata nuklir tersebut, Uni Soviet kemudian membangun tempat peluncuran rudal SS-4 di Kuba yang memiliki jangkauan ledakan 4.000 Km. Walaupun pengiriman senjata nuklir tersebut dilakukan dengan sangat rahasia oleh Uni Soviet. Namun, pada tanggal 14 Oktober 1962 Pemerintah Amerika Serikat akhirnya mengetahui keberadaan tempat peluncuran buklir Uni Soviet di dekat San Cristobal, Kuba melalui pemotretan udara oleh pesawat U-2 (Pambudi, 2007:148).
            Presiden Jhon  F. Kennedy kemudian menindaklanjuti hasil temuan pesawat U-2 tersebut dengan mengeluarkan kebijakan politik pada tanggal 22 Oktober 1962, kebijakan tersebut terdiri dari : (1) Amerika Serikat akan melaksanakan blokade kepada semua kapal yang membawa peralatan militer ke Kuba. Kapal-kapal yang hendak memasuki Kuba dan ternyata membawa peralatan militer adan dipaksa untuk berputar ulang, (2) Amerika Serikat meningkatkan pengawasan terhadap Kuba dan pembangunan militernya. Jika dianggap membahayakan, tindakan lebih jauh akan ditempuh, (3) Amerika Serikat menyatakan bahwa serangan rudal Uni Soviet ke negara manapun di Barat adalah berarti ajakan berperang. Tindakan semacam ini pasti akan segera dibalas (Usman, 2009:78).
            Kekhawatiran Amerika Serikat terhadap serangan nuklir Uni Soviet dari Kuba kemudian dibahas dalam sesi pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB. Duta besar Amerika Serikat untuk PBB, Adlai Stevenson menuntut tanggung jawab dari Duta Besar Uni Soviet, Valerian Zorin mengenai keberadaan senjata nuklir tersebut, namun Valerian Zorin tidak mengakui tuduhan itu. Menanggapi jawaban dari Valerian Zorin, maka Adlai Stevenson segera menunjukkan bukti berupa foto yang menunjukkan pembangunan instalasi senjata nuklir di Kuba (Pambudi, 2007:78).
            Setelah peristiwa di PBB tersebut, Pemerintah Uni Soviet yang diwakili oleh Nikita Khruschev akhirnya menjawab tuduhan Pemerintah Uni Soviet dengan menyatakan kebenaran keberadaan instansi nuklir Uni Soviet di Kuba dengan alasan  bahwa rudal nuklir tersebut akan digunakan untuk menjaga pertahanan Kuba dari serangan. Untuk mencegah konflik politik yang dapat mengakibatkan perang nuklir, maka Pemerintah Uni Soviet kemudian memberikan dua tawan politik kepada Pemerintah Amerika Serikat (Usman, 2006:79).
            Tawaran politik pertama yaitu Pemerintah Uni soviet akan menarik kembali senjatanya dengan syarat Pemerintah Amerika Serikat tidak akan menyerang Kuba. Kedua Agar Pemerintah Amerika Serikat segera menarik senjatanya dari pangkalan rudal nuklirnya di Turki. Namun, sebelum kesepakatan tercapai, situasi di Kuba semakin memanas karena sebuah pesawat U-2 milik Amerika Serikat yang dipiloti Rudolph Anderson telah ditembaki di Teritorial Kuba pada 26 Oktober 1962. Keadaan tersebut semakin memicu kekhawatiran akan terjadinya perang nuklir yang dapat menyebabkan kehancuran sepertiga wilayah di dunia (Gonzales, 2007:128).
            Untuk meredam krisis ini, maka pada tanggal 27 Oktober 1962, Jhon F.Kennedy menerima syarat damai yang diajukan oleh pemerintah Uni Soviet dengan mengirimkan Jaksa Agung Robert F. Kennedy ke kedutaan Uni Soviet untuk menerima syarat perjanjian tersebut. Adapun alasan pemerintah Amerika Serikat menerima perjanjian damai dengan pemerintah Uni Soviet tersebut adalah untuk melindungi wilayah Amerika Serikat dari serangan nuklir. Kesepakatan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang telah berlangsung, tidak diketahui oleh Kuba, sebagai negara tempat terjadinya krisis nuklir terjadi. Hal ini mengakibatkan kekecewaan Kuba terhadap Uni Soviet. Rakyat Kuba kemudian mengkampanyekan protes dan kecaman  kepada Uni soviet yang dianggap melakukan penghianatan terhadap Kuba. (Thompson, 1991:135; Castaneda, 2007:360).
Setelah tercapainya kesepakatan antara kedua negara adi kuasa pada tanggal 28 Oktober 1962, maka krisis missil di Kuba pun berakhir. Pemerintah Uni Soviet kemudian menarik rudal nuklirnya dari Kuba, sedangkan Pemerintah Amerika Serikat menarik rudal nuklirnya di Turki dibawah pengawasan PBB. Selain itu, pemerintah Amerika Serikat pun memberikan janji politik kepada pemerintah Uni Soviet untuk tidak menyerang Kuba. Janji politik Pemerintah Amerika Serikat di tolak oleh Pemerintah Kuba, sebagai gantinya Pemerintah Kuba mengajukan tuntutan kepada Pemerintah Amerika Serikat agar melakukan pengakhiran blokade ekonomi, pengakhiran segala aktivitas di pengasingan untuk melawan Pemerintah Kuba, pengakhiran segala bentuk pelanggaran wilayah udara, dan pengembalian Guantanamo. Namun, tuntutan tersebut tidak mendapat respon yang berarti dari Pemerintah Amerika Serikat. Pemerintah Kuba dan Rakyat Kuba mengenang krisis missil ini sebagai krisis Oktober (Quirk, 2007:30; Zaviera, 2007:67).
Simpulan dan Saran
Simpulan
            Intervensi politik Amerika Serikat terhadap pemerintah Kuba semakin meningkat sejak Fulgencio Batista menjadi peminpin Kuba, pola pemerintahannya yang diktator memicu rangkaian protes massa. Perwujudan sikap protes massa mencapai puncaknya pada 1 Januari 1959 yang kemudian dikenal sebagai Hari Revolusi Kuba yang dipimpin oleh Fidel Castro. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan diktator Fulgencio Batista di Kuba dan dimulainya Pemerintahan Revolusioner Kuba yang dipimpin Fidel Castro.
            Dibawah pemerintahan yang dipimpin Fidel Castro, Kuba mendeklarasikan negaranya sebagai Negara Sosialis dan membina hubungan diplomatik dengan Uni Soviet. Sikap politik ini memperburuk hubungan antara Kuba dan Amerika Serikat yang ditandai dengan pemutusan hubungan diplomatik. Sebagai upaya menentang Pemerintahan Kuba, maka Amerika Serikat membantu kelompok eksil (orang pengasingan) Kuba  untuk melakukan pemberontakan dan penyerangan di Kuba.
            Dalam rangka menghadapi kekuatan politik dan ekonomi Amerika Serikat, maka Kuba semakin mendekatkan diri dengan Uni Soviet. Tawaran Uni Soviet kepada Pemerintah Kuba untuk mendirikan instalasi rudal nuklir disambut baik oleh Pemerintah Kuba. Pendirian instalasi rudal nuklir telah memicu krisis missil di Kuba.
Saran
            Sebagai saran penulis agar lebih banyak tulisan dibuat mengenai sejarah Kuba.

Daftar Pustaka
Abdurahman, Dudung. 2007. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: ar-Ruzz Media.
Bertram, Christoph. 1998. Konflik Dunia Ketiga dan Keamanan Dunia, terjemahan A.Hasyim Ali. Jakarta:Bina Aksara
Budiardjo, Miriam. 2002. Pengantar ilmu politik. Jakarta:Universitas Terbuka
Cahyono, Faried. dkk. 2007. Siasat jitu intel dunia. Jakarta:Indomedia Publishing
Canu, Jean.1953. Sejarah Amerika Serikat. Jakarta:Pustaka Rakyat
Castaneda, Jorge. 2004. Hidup, cinta, dan kematian Che Guevara, terjemahan Ira Puspitorini dkk. Jakarta:Teplok Press
Esher, Franklin. 1975. Dari koloni menjadi salah satu negara terbesar sejarah ringkas Amerika Serikat. Jakarta:Endang
Gonzales, Michel. 2007. Invasi Teluk Babi simbol kemenangan Castro terhadap Amerika Serikat. Jakarta:Buku Kita
Gottschalk, Louis. 1975. Mengerti sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta:Universitas Indonesia
Hamid, Zulkifli. 1996. Sistem politik  pasifik selatan. Jakarta:Pustaka
Hasan, zaini dan Salladin. 1999. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta :Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Hoeve, B.V.Uitgervirij W. Van. 1999. Ensiklopedi Amerika. Jakarta :Ichtiar Baru
Hugiono dan P.K Poerwantana. 1986. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta :Rineka Cipta
Isjwara, F. 1980. Pengatar ilmu politik. Bandung:Bina Cipta
Kuntowijoyo.2003. Metodologi sejarah edisi kedua. Yogyakarta:Tiara Wacana
Luka, Munsanto. 2008. Tangan besi 100 tirani penguasa dunia. Yogyakarta:Galang Press
Mas’oed, Mohtar dan Riza Noer Arfani. 1992. Isyu-isyu global masa kini. Jakarta:Universitas Gajah Mada
Miall, hugh. dkk. 2000. Resolusi damai konflik kontemporer. Jakarta:Grafindo Persada
Mukmin, Hidayat. 1980. Pergolakan di Amerika Latin dalam dasawarsa ini. Jakarta:Ghalia
Munif, Achmad. 2007. 50 tokoh legendaries dunia. Jakarta:Buku kita
Pambudi. A. 2007. Fidel Castro 60 tahun menentang Amerika. Jakarta :Buku kita
Quirk, Robert E. dkk. Poros setan kisah empat presiden revolusioner Fidel Castro - Moh. Ahmadinejad – Evo Morales – Hugo Chevez. Yogyakarta:Prismasophie
Rauf, Maswadi. 2001. Konsesus dalam Konflik Politik. Jakarta:UI Press
Setia, Pandu. 2007. Amerika Mengobarkan Perang 20 Intervensi Mulai dari Bung Karno sampai Saddam Husein, Jakarta:Media Kita.
Servilla, Consuello, Dkk. 2006. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta:Universitas Indonesia.
Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodelogi Sejarah. Yogyakarta:Ombak
Shoelhi, Muhammad. 2007. Diambang Keruntuhan Amerika Serikat. Jakarta :Garfindo
Soeprapto, R. 1997. Hubungan Internasonal Sistem, Interaksi dan Perilaku. Jakarta:Grafindo Persada.
Sukarna, 1981. Sistem Politik. Bandung:Alumni.
Sumanto. 1995. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Aplikasi Metode Kuantitatif dan Statistik dalam Penelitian. Yogyakarta:Andi Offset.
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta :Gramedia.
Suryabrata, Sumadi. 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta :Universitas Gajah Mada.
Tjeng, Lie Tek. 1981. Studi Wilayah Pada Umumnya, Asia Tenggara Khususnya. Bandung:Alumni.
Thomson, Kenneth W. 1991. Politik antar bangsa, terjemahan Cecep Sudrajat. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.
Usman, Imam Hidayah. 2006. Fidel Castro Melawan. Jakarta :Media Kita.
USIS. 2004. Garis-garis Besar Sejarah Amerika. Jakarta:Deplu.
Yass, Marzuki AB. 2004. Metodologi Sejarah & Histografi. Palembang:FKIP Universitas Sriwijaya.
Zaviera, Ferdinand. 2007. Fidel Castro Revolusi Sampai Mati. Yogyakarta:Garasi.


[1]  Haciendas  adalah lahan pertanian daanperternakan yang dikelola keluarga tertentu, luanya ratusan hingga ribuan hektar, yang  biasanya terletakdipinggi sungai. Lokasinya terpencil dan tidak terjangkau jalan raya. Satu-satunya akses menuju ke sana adlah melalui lalu lintas sungai. Kadang kala ada haciendas yang memiliki landasan pesawat kecil yang hanya berupa lapangan udara 
[2] Satuan luas yang sering dipergunakan di Kuba. Satu callabaria adalah 33 are.

2 komentar:

  1. Pengaruh Amerika di Kuba menyebabkan krisis politik

    BalasHapus
  2. Amerika perlu belajar dari kekalahan di Kuba, komentar balik dong ke blog saya www.goocap.com

    BalasHapus