Jumat, 22 November 2013

Tinjauan Manajemen Pendidikan dalam Persfektif Psikologis



Tinjauan Manajemen Pendidikan Dalam Persfektif  Psikologis
Oleh :  Sri Purwati

Pendahuluan
   Pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan dasar dan kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan makhluk sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitarnya agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab (Jalaluddin, 1997:15).  Selanjutnya, konsep pendidikan dikembangkan pula oleh Sa’ud (2009:6) yang merumuskan konsep pendidikan sebagai  upaya yang dapat digunakan untuk mempercepat pengembangan potensi manusia sehingga mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat didik dan mendidik. Selain itu, pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, moral, serta keimanan, dan ketakwaan manusia.
Pentingnya peran dan fungsi pendidikan secara konseptual akan menjadi semakin berarti dengan adanya realisasi pelaksanaan pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan melalui suatu proses manajemen yang baik. Stoner (dalam Sufyarma:1995:8) mengemukakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efesien. Manajemen dalam pendidikan diungkapkan oleh Soebagio Atmodiwiro (2002:23) sebagai suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan yang disepakati bersama. Dengan demikian, manajemen telah menempati kedudukan sentral di lembaga pendidikan dalam upaya pembinaan dan pengembangan kegiatan kerjasama kelompok manusia dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu.
Program pengembangan mangemen pendidikan perlu memperhatikan aspek kemanusiaan sebab menurut Hamalik (2006:79) manajemen pendidikan disebut sebagai proses atau sistem organisasi dan peningkatan manusia (human enginering) dalam kaitannya dengn suatu sistem pendidikan maka dari itu di perlukan rujukan dalam membuat manajemen pendidikan khusunya dalam aspek psikologi. Kajian teroritis mengenai psikologi tertuang dalam konsep psikologi pendidikan yang dijelaskan oleh khodijah (2011:9) sebagai cabang psikologi yang khusus menguraikan aktivitas-aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi pendidikan. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan cabang-cabang psikologi semakin berkembang sesuai dengan bidang penerapannya. Dalam bidang pendidikan juga berkembang psikologi belajar, psikologi belajar, psikologi intelegensi, psikologi motivasi, dan sebagainya.
Dengan demikian untuk menghadapi tantangan global, manajemen pendidikan diarahkan pada pemberdayaan manusia agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratisserta bertanggung jawab. Karena pentingnya pemahaman mengenai bagaimana implikasi dan fungsi tinjauan psikologi dalam manajemen pendidikan diperlukan kajian lebih lanjut terhadap hal tersebut, sehingga tulisan ini dibuat untuk melakukan tinjauan kritis terhadap manajemen pendidikan dalam persfektif psikologi.

Hakekat Manajemen Pendidikan
Secara etimologi istilah manajemen diambil dari bahasa Inggeris, yaitu management, artinya pimpinan, pengurus. Dalam bahasa Latin managemen terdiri atas dua suku kata, yaitu manus (tangan), agare (pemerintah, melakukan, melaksanaan). Engkoswara (1990:126-127) menjelaskan bahwa konsep administrasi pendidikan sejajar dengan konsep manajemen pendidikan (pengelolaan pendidikan). Fungsi dan ruang lingkup manajemen pendidikan diuraikan menjadi: perencana, pelaksanaan dan pengawasan. Perencanaan berkaitan dengan perumusan kebijakan awal sebagai pedoman dalam pelaksanaan. Pelaksanaan memerlukan pengawasan, karena pengawasan atau penilaian untuk mengetahui kekurangan atau kesenjangan termasuk kemajuan yang telah dicapai. Keberhasilan pengelolaan pendidikan memerlukan beberapa dukungan, terutama dukungan human resources (sumber daya manusia) yang terdiri dan guru, murid, atasan dan orang tua.
Hamalik (2006:78) merumuskan pengertian manajeman pendidikan sebagai suatu proses atau sistem pengelolaan; dan manajeman pendidikan sebaga suatu proses atau sistem organisasi dan peningkatan kemanusiaan (human enginering) dalam kaitannya dengan suatu sistem pendidikan. Kegiatan-Kegiatan pengelolaan pada suatu sistem pendidikan bertujuan untuk keterlaksanaan proses belajar mengajar yang maik mencakup: (a) program kurikulum; (b) program ketenagaan;  (c) program pengadaan dan pemeliharaan fasilitas dan alat-alat pendidikan; (d) program pembiayaan; dan (d) program hubungan dengan masyarakat.
Tilaar mendefinisikan  (2001:4) manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan yang mengimplementasikan perencanaan atau rencana pendidikan yang menyangkut segala usaha bersama mulai dari perencanaan, pengorganisassian, pelaksanaan, dan pengevaluasian dalam hal mendayagunakan semua sumber daya yang ada secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan yang teelah ditetapkan yaitu tujuan pendidikan. Lebih lanjut Mudyahardjo (2006:80) mengemukakan  manajemen pendidikan mencakup sub-sub komponen: (1) perencanaan; (2) sistem pendidikan menurut tahap-tahap perkembangan (jenjang pendidikan) dan aspek-aspek pengembangan (jenis pendidikan); (3) organisasi; (4) administrasi; (5) keuangan; (6) pemasokan tenaga pendidikan; (7) sistem evaluasi; dan (8) penelitian
Manajemen pendidikan mempunyai fungsi yang terpadu dengan proses pendidikan khususnya proses yang berhubungan dengan pengelolaan proses  pembelajaran. Dalam hubungan ini terdapat beberapa fungsi manajemen pendidikan Menurut Hamalik (2006:81-82) yang mencakup: (a) fungsi perencanaan; (b) fungsi organisasi; (c) fungsi koordinasi; (d) fungsi motivasi (penggerakan); dan (e) fungsi kontrol.
Ruang lingkup atau garapan manajemen pendidikan menurut Sutisna (1985:16-20) terdiri atas: (1) manajemen merupakan koordinasi kegiatan dalam organisasi pendidikan; (2) manajemen merupakan alat untuk mengenai tujuan organisasi pendidikan; (3) manajemen menyertakan banyak orang dalam proses pendidikan seperti: peserta didik, guru, pegawai tata usaha, dan orang tua murid; dan (4) partisipasi guru dan  orang lain dalam organisasi pendidikan.
Dengan demikian dari berbagai definisi yang telah diungkapkan maka dapat disimpulkan manajemen pendidikan adalah proses keseluruhan kegiata dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian, pengawasan dan pembiayaan, dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik personil, materiil, maupun spirituil untuk mencapai tujuan pendidikan.

Hakekat Psikologi
            Psikologi berasal dalam  bahasa Inggris  dienal dengan istilan psycology yang berakar dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Woodworth (1955:3) memberikan batasan tentang psikologi sebagai berikut: Psychology can be defined as the science of the activities of the individual (psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia). Selanjutnya, Crow & Crow (1958:22) memberikan pula batasan psikologi sebagai berikut: Psychology is the study of human behavior and human relationship. Dari batasan pengertian tersebut maka dijelaskan yang dipelajari psikologi adalah tingkah laku manusia yang meliputi interaksi manusia dengan sekitarnya.
Pengembangan kajian ilmiah psikologi dilakukan oleh Khodijah (2011:3) dengan merumuskan definisi psikologi sebagai sebuah ilmu yang mempelajari aktivitas-aktivitas atau gejala-gejala psikis yang tercermin dalam perilaku manusia dan hewan dengan aplikasinya untuk mengatasi problem-problem yang dialami manusia. Adapun, Syah (2010:10) mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang, barang, keadaan, dan kejadian yang ada disekitar manusia.
Upaya memperjelas kajian psikologi membutuhkan batasan atas objek kajian psikologi sebab menurut Khodijah (2011:4) objek yang tertentu merupakan ciri utama sebuah ilmu, karena objek itulah yang akan menunjukkan pokok penelitian dan pembahasan dalam bidang ilmu. Tanpa keberadaan objek, maka tidak akan ada kejelasan bidang cakupan dan pertanggung jawaban keilmuanua. Objek sebuah ilmu terdiri dari dua macam yaitu objek material dan objek formal.  Objek material meliputi fakta-fakta, gejala-gejala, atau pokok-pokok yang nyata dipelajari atau diselidiki oleh suatu ilmu, sedangkan objek formal adalah sebuah ilmu yang tercermin dari definisi atau batasan dari ilmu yang bersangkutan.
Rincian akan objek kajian dalam psikologi dirumuskan oleh Purwanto (2010:2) sebagai berikut: objek material merupakan objek yang dipandang secara keseluruannya. Sedangkan objek formal adalah objek yang dipandang menurut aspek mana yang dipentingkan dalam penyelidikan objek kajian psikologi. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa objek kajian psikologi berupa objek material psikologi adalah segala yang berhubungan manusia, sedangkan objek formal adalah perilaku dari manusia itu sendiri. Dengan demikian dari berbagai rumusan definisi psikologi yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan psikologi adalah ilmu yang mempelajari psikis dan tingkah laku manusia yang berhubungan dengan interaksi manusia dengan lingkunganya.

Tinjauan Manajemen Pendidikan  Dalam Persfektif Psikologi
            Hubungan psikologi dalam dunia pendidikan sangat erat sebab dalam lingkungan pendidikan yang menjadi tempat terlibatnya individu yang saling berinteraksi yang akan menimbulkan gejala-gejala psikologi serta tingkah laku yang  berbeda antara yang satu dengan yang lainya. Syah (2010:18) menjelaskan setidaknya ada 10 macam kegiatan dalam pendidikan yang banyak memerlukan prinsip-prinsip psikologis yakni: 1) seleksi penerimaan siswa baru; 2) perencanaan pendidikan; 3) penyusunan kurikulum; 4) penelitian pendidikan; 5) administrasi kependidikan; 6) pemilihan materi pelajaran; 7) interaksi mengajar-belajar; 8) pelayanan bimbingan dan penyuluhan; 9) metodologi mengajar; dan 10) pengukurun dan evaluasi.
            Tinjauan manajemen pendidikan dalam persfektif psikologi dapat ditinjau dari aspek fungsi manajemen pendidikan, dalam hal ini dapat dihubungkan tinjuan manajeman pendidikan dalam persfektif psikologi melalui telaah fungsi manajeman yang dikemukakan oleh Hamalik (2006:81-82), dalam kajian manajemen pendidikan disebutkan bahwa fungsi manajemen meliputi lima unsur pokok seperti yang telah dikemukakan sebelumnya dalam hakekat manajemen pendidikan.
Dari kelima fungsi tersebut maka ada empat aspek dari fungsi tersebut yang dapat diuraikan tinjauan manajemen pendidikan dalam persfektif psikologi yaitu sebagai berikut pertama, fungsi perencanaan mencakup berbagai kegiatan menentukan kebutuhan, penentuan strategi pencapaian tujuan, menentukan isi program pendidikan, dan lain-lain. Dalam rangka pengelolaan perlu dilakukan kegiatan penyususnan rencana, yang menjangkau kedepan untuk memperbaiki keadaan dan memenuhi fungsi kebutuhan dikemudian hari, menentukan tujuan yang hendak ditempuh, menyusun  program yang meliputi pendekatan, jenis, dan urutan kegiatan, menetapkan rencana biaya yang diperlukan, serta menentukan jadwal dan proses kerja.
Pada fungsi manajemen pendidikan sebagai suatu perencanaan diperlukan tinjauan psikologis khususnya terhadap potensi-potensi yang dimiliki manusia dihubungkan dengan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam fungsi perencanaan perlu diperhatikan perencaan terhadap individu selaku perencana dan pelaksana dari perencaaan yang telah dibuat sebelumnya yang memperhatikan aspek pembawaan seseorang. Menurut Purwanto (2010:26), tiap-tiap orang atau individu memiliki pembawaan watak, intelejensi, sifat-sifat dan sebagainya yang  berbeda-beda. Dengan perbedaan tersebut maka dalam perencanaan diperlukan perhatian besar terhadap kharakteristik individu seperti pada perencanaan pendidikan dalam menentukan kebutuhan, strategi, serta isi kurikulum. Perlu diperhatikan pemahaman mengenai perkembangan individu seperti pada peserta didik yaitu sejak masa sensori motor hingga ketahapan formal operasional. Dengan demikian perencanaan yang dilandaskan atas pemahaman konsep psikologi akan mengarahkan kepada tujuan yang diharapkan serta dapat terlaksana dengan baik, karena telah memperhatikan aspek kemanusiaan melalui pertimbangan terhadap objek  formal psikologi yaitu manusia.
Fungsi kedua ialah fungsi organisasi, meliputi pengelolaan ketenagaan, sarana dan prasarana, distribusi tugas dan tanggung jawab, dalam pengelolaan secara integral untuk itu diperlukan kegiatan-kegiatan seperti mengidentifikasi jenis  tanggung jawab dan wewenang serta merumuskan aturan hubungan kerja. Melalui kegiatan pengelolaan ketenagaan dalam fungsi organisasi perlu didasarkan atas pertimbangan konsep psikologi agar dapat mengoptimalisasikan efektivitas menyeluruh dalam organisasi untuk mencapai apa yang telah direncanakan sebelumnya. Manajemen pendidikan perlu dilaksanakan secara sinergistis antar sistem khusunya dikaitkan atas keberadaan organisasi sebagai himpunan pelaksana dalam manajemen pendidikan yang telah terstruktus secata sistematis dengan fungsi dan perannya masing-masing.
Winardi (1984:51) menjelaskan sebuah organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem apabila elemen-elemen yang berkaitan satu sama lain yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai sasaran-sasaran yang ditetapkan. Tinjauan aspek psikologi yang tampak pada sebuah organisasi dapat dilihat pada perwujudan perilaku seperti melalui penekanan pada kebiasaan bekerja yang baik sehingga kinerja akan menjadi optimal melalui proses pelatihan dan kebiasaan. Kebiasaan dalam organisasi  akan timbul karena proses penyusustan kecenderungan respons dengan menggunakan stimulus yang berulang-ulang. Selain aspek kebiasaan yang juga perlu mendapat perhatian adalah peninjauan keterampilan dalam organisasi. Keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai  dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu (Syah, 2010:117).
Fungsi ketiga adalah fungsi koordinasi yang berupaya menstabilakan antara berbagai tugas, tanggung jawab dan kewenangan untuk menjamin pelaksanaan dan berhasilnya program pendidikan. Dalam fungsi koordinasi sangat berkaitan dengan proses interaksi timbal balik yang terjadi khususnya antara fungsi masing-masing individu dalam suatu organisasi dan tidak terlepas pula dari tinjauan perilaku yang terjadi pada proses pelaksanaan manajemen pendidikan. Khodijah (2011:6) menjelaskan meski perilaku merupakan manifestasi atau wujud penampilan dari kondisi kejiwaan, namun tidak berarti bahwa kondisi kejiwaan (psikis) yang sama  akan menghasilkan perilaku yang sama pula.
Sebagai contoh dalam koordinasi diperlukan pertimbangan yang matang dalam pengambilan keputusan dan komunikasi yang baik. Apabila disertai dengan emosional yang negatif maka fungsi koordinasi tidak akan terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan sebab menurut Woodwort dalam Khadijah (2011:6) menjelaskan  perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme itu sebenarnya tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus  atau rangsangan mengenai individu. Koordinasi sangat dipengaruhi oleh sikap individu dalam sebuah organisasi. Ellis dalam Purwanto (2010:141)  menjelaskan bahwa sikap sangat memerlukan peranan penting karena dipengaruhi oleh faktor perasaan atau emosi serta kecenderungan untuk bereaksi atas respon yang  didapatkan. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif yaitu like (senang) atau  dislike (tidak senang). Koordinasi yang dilakukan melalui proses interaksi yang baik dan menyenangkan akan membawa kebaikan pula ke arah tujuan perencanaan, permasalahn sebaliknya akan terjadi bila proses interaksi tidak berlangsung dengan baik dan tidak menyenangkan.
Fungsi keempat yaitu motivasi yang dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi proses dan keberhasilan program pelatihan dalam manajeman. Winardi (1984:12), menyebutkan motivasi dapat bersifat positif dan negatif. Motivasi positif yang kadang-kadang dinamakan sebagai cara pendekatan dengan memberikan umpan (carrot approach) sedangkan motivasi negatif sebut juga sebagai cara pendekatan dengan ancaman (stick approach) yang menggunakan ancaman-ancaman hukuman. Duncan dalam Purwanto (2010:72)  mengemukakan  bahwa didalam konsep manajemen, motivasi beberti setiap usaha yang didasari untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar meningkatkan kemampuannya secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi.  Kemudian Campbell adalam Purwanto (2010:71) menambahkan rincian  dalam definisi motivasi  yang didalamnya mencakup arah atau tujuan tingkah laku, kekuatan respon, dan kegigiha tingkah laku. Dengan demikian motivasi akan mampu menggerakkan, mengarahkan, dan menjada tingkah laku seseorang untuk bertindak atau melakukan sesuatu.

Kesimpulan
Tinjauan manajemen pendidikan dalam perspektif psikologi disoroti dalam empat fungsi dari manajemen itu sendiri, yaitu perencanaan, organsiasi, koordinasi, motivasi. Perencanaan berkaitan dengan menentukan kebutuhan, penentuan strategi pencapaian tujuan, menentukan isi program pendidikan dengan memperhatikan aspek pembawaan seseorang. Kemudian Tinjauan aspek psikologi yang tampak pada sebuah organisasi dapat dilihat pada perwujudan perilaku seperti melalui penekanan pada kebiasaan bekerja yang baik. Pada koordinasi diperlukan pertimbangan yang matang dalam pengambilan keputusan dan komunikasi yang baik. Dan terakhir, untuk manajemen, motivasi berarti setiap usaha yang didasari untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar meningkatkan kemampuannya secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi.
Daftar Pustaka
Jalaluddin. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Tilaar, H.A.R. 2006. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mudyahardjo, R. 2006. Filasafat Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Woodworth. 1955. Psychology A Study Of Mental Life. Methuen & Co.Ltd: London.
Soebagio, A. 2002. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta:  Ardadizya Jaya.

Sufyarma. 2003. Kapita Selekta: Manajemen Pendidikan. Bandung:Alfabeta.

Sutisna, O. 1983. Administrasi pendidikan: Dasar teori untuk praktek profesional. Bandung: Angkasa.

Khodijah. 2011. Psikologi Pendidikan. Palembang : Grafika Telindo Press.

Purwanto, N. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mudyahardjo, R. 2010. Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar. Bandung: Rosdakarya.
Sa’ud, S. 2009. Perencanaan Penddidikan. Bandung: Rosdakarya.
           
Sufyaeman. 1995. Kapita Selekta: Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.



Rabu, 20 November 2013

Jawaban Ujian Tengah Semester Perencanaan Pendidikan



PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
UJIAN TENGAH SEMESTER
Nama Mahasiswa           : Sri Purwati
NIM                               : 06032681318031
Mata Kuliah                    : Perencanaan Pendidikan
Kode /Sks                        : GTP 52512 / 3 sks
Dosen Pengampu            : Prof. Waspodo, M.A, Ph.D.
                                        : Dr. Riswan Jaenudin, M.Pd.

Soal:
1.      Jelaskan konsep perencanaan, pendidikan, dan perencanaan pendidikan. dukung dengan penjelasan menurut pendapat ahli dan berikan kesimpulan? (Bobot15%)
2.      Jelaskan untuk kepentingan apa perencananaan dibuat serta bagaimana langkah-langkah strategis perencanaan pendidikan ? (Bobot20%)
3.      Visi merupakan rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Aspek-aspek  apa yang harus dipertimbangkan  dalam menyusun suatu Visi, jelaskan? (Bobot15%)
4.      Jelaskan pemahaman anda tentang pengertian SWOT (lengkapi dengan tabel perbandingannya) dan contohnya masing-masing dalam praktek pelaksanaan pendidikan di sekolah, serta apa manfaat analisis SWOT bagi sekolah! (Bobot20%)
5.      Lakukan analisis SWOT pada mata pelajaran yang anda ajarkan masing-masing! (Bobot30%)


Jawaban
1.     Konsep perencanaan, pendidikan, dan perencanaan pendidikan menurut para ahli beserta kesimpulannya.

Perencanaan
             Konsep perencanaan pada dasarnya selalu terkait dengan konsep manajemen/tau administrasi. Namun secara lebih luas lagi konsep perancanaan dapat bermana kompleks dan dapat didefinisikan beragam tergantung dari sudut pandang mana melihat, ataupun latar belakang apa yang mempengaruhi berbagai pendapat dalam merumuskan definisi perencanaan (Sa’ud,2009:4).
              Menurut Uno (2008:2),  perencanaan merupakan suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebuut mencapai tujuan yang telah ditetapkan, adapun menurut Fakry (dalam Sa’ud, 2009:4-5), Konsep perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Selain itu perencanaan itu dapat pula diberi arti sebagai suatu proses pembuatan serangkaian kebijakan untuk mengendalikan masa depan sesuai yang ditentukan  dan sebagai upaya yang digunakan untuk memadukan antara cita-cita nasional dan resources yang tersedia yang diperlukan untu mewujudkan cita-cita tersebut.
               Konsep perencanaan dalam arti seluas-luasnya diungkapkan oleh Tjokroamiddjojo (1977) yang menyatakan perencanaan adalah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Sa’ud (2009:34), perencanaan diarahkan pada suatu konsep pemikiran yang memfokuskan kajian perencanaan pada suatu upaya yang berhubungan dengan usaha menyiapkan sesuatu, sehingga ia kemudian merumuskan konsep perencanaan sebagai suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana, dan sebagainya) dan apa yang akan dilakukan (intensifikasi, ekstensifikasi, revisi, renovasi, subtitusi, kreasi, dan sebagainya).
              Berdasarkan beberapa definisi dari para ahli di atas, maka ada beberapa hal penting yang dapat di jadikan pegangan dalam menyusun suatu rencana yakni :
   (a) berhubungan dengan masa yang akan datang
   (b) seperangkat kegiatan
   (c) proses yang sistematis
   (d) hasil serta tujuan tertentu.
            Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka perencanaan dapat disimpulkan perencanaan adalah proses mempersiapkan sesuatu kegiatan-kegiatan dengan merumuskan langkah-langkah kegiatan secara sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

   Pendidikan
            Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut Jalaluddin (1997:15), pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan dasar dan kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan makhluk sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitarnya agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Selanjutnya, konsep pendidikan dikembangkan pula oleh Sa’ud (2009:6) yang merumuskan konsep pendidikan sebagai  upaya yang dapat digunakan untuk mempercepat pengembangan potensi manusia sehingga mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat didik dan mendidik. Selain itu, pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, moral, serta keimanan, dan ketakwaan manusia.
Pengertian pendidikan kemudian dijelaskan pula oleh Mudyahardjo (2010:46), ia menjelaskan konsep pendidikan pada suatu pengertian yang diarahkan kepada suatu keseluruhan pengalaman belajar setiap orang sepanjang hidupnya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka konsep pemikiran pendidikan menjadi lebih luas karena tidak terbatas akan usia karena dan siapapun berhak memperoleh pendidikan. Konsep pendidikan ini kemudian semakin berkembang dengan adanya istilah pendidikan sepanjang hayat (PSH).  
Pengembangan konsep pendidikan dijelaskan pula oleh Tirtarahardja (2008:33-35) yang  menyebutkan pendidikan terdiri dari berbagai proses yang menyangkut: a) proses transformasi budaya; b) proses pembentukan pribadi; c) prose penyiapan warga negara; d) proses penyiapan tenaga.  Sedangkan pendidikan dalam dictionary of education merupakan (a) proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat dimana dia hidup, (b) proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khusunya yang dating dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh dan mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individual yang optimal.
Dari berbagai definisi tersebut maka, dapat dikatakan pendidikan sebagai suatu sistem memiliki komponen yang saling berhubungan, menyangkut proses aktivitas individu yang memiliki potensi untuk berkembang dan pihak diluar individu yang memiliki potensi untuk mempengaruhi perkembangan individu secara interaktif dengan intensitas yang ditentukan untuk mencapai tujuan dari pendidikan.
Dengan demikian dari berbagai konsep pemikiran mengenai pendidikan tersebut dapat disimpulkan pendidikan merupakan suatu proses pengalaman belajar dan usaha mengembangkan kemampuan dan potensi pada diri individu sehingga terjadi perubahan tingkah laku, peningkatan kemampuan daya pikir dan emosi yang positif.

  Perencanaan Pendidikan
Coombs dalam Sa’ud (2009:8) merumuskan konsep perencanaan  pendidikan sebagai upaya  perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.
Adapun menurut Sa’ud (2008:12), perencanaan pendidikan adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam menganalisis, merumuskan dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang diambil harus mempunyai konsistensi (taat asas) internal dan berhubungan secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain, baik dalam bidang-bidang itu sendiri maupun dalam bidang-bidang lain dalam pembangunan, dan tidak ada batas waktu untuk satu jenis kegiatan, serta tidak harus selalu satu kegiatan mendahului dan didahului oleh kegiatan lain.
Selain itu kedua pendapat tersebut Dror dalam Sa’ud (2009:8) mengungkapkan pula definisi dari perancanaan pendidikan yaitu definition of an educational planning is as the process of preparing a set of decisions of action in the future for the overall economic and social development of a country (perencanaan pendidikan adalah sebagai suatu proses mempersiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa depan yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan sosial secara menyeluruh dari suatu negara ).
Selaras dengan pendapat tersebut, Guruge (1972) mengungkapkan bahwa a simple definition of educational planning is the process of preparing decisions for action in the future in the  field of educational development is the function of educational planning. (perencanaan pendidikan adalah proses mempersiapkan kegiatan pendidikan sebagai proses mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan adalah tugas dari perencanaan pendidikan).
Dari berbagai pendapat para ahli yang telah diungkapkan maka dapat dipahami beberapa unsur penting yang terdapat dalam perencanaan pendidikan meliputi : (a) penggunaan analisis yang bersifat rasional dan sistematik dalam perencanaan pendidikan; (b) proses pembangunan dan pengembangan pendidikan yang dilakukan dalam rangka mereformasi pendidik sesuai dengan yang di cita-citakan; (c) prinsip efektivitas  dan efisiensi menyangkut penggalian sumber-sumber pembiayaan pendidikan, alokasi biaya, hubungan pendidikan dengan tenaga kerja, hubungan pengembangan pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi; (d) kebutuhan  dan tujuan peserta didik dan masyarakat dalam arti perencanaan pendidikan mencakup aspek internal dan eksternal dari keorganisasian sistem pendidikan.
Secara konsepsional definisi perencanaan pendidikan sangat ditentukan oleh cara, sifat, dan proses pengambilan keputusan serta berhubungan dengan tujuan pendidikan nasional dan masalah strategis termasuk penanganan kebijakan operasional yang mempengaruhi pelaksanaan perencanaan pendidikan.
Berdasarkan kajian definisi perencanaan pendidikan yang diungkapkan para ahli maka dapat disimpulkan perencanaan pendidikan sebagai proses mempersiapkan dan menyusun seperangkat keputusan yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dalam periode tertentu yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang di selenggarakan secara sistematis, efektif, efisien, dan berkualitas.

2.        Fungsi Perencanaan dan langkah-langkah strategis perencanaan pendidikan
Dibuatnya suatu perencanaan tidak terlepas dari fungsi perencanaan itu sendiri, seperti yang diungkapkan oleh Sa’ud (2009:5) bahwa fungsi perencanaan adalah :
(a)      Sebagai pedoman pelaksanaan pengendalian
(b)     Menghindari pemborosan sumber daya
(c)      Alat bagi pengembangan quality assurance
(d)     Upaya untuk memenuhi accountability kelembagaan
Langkah-langkah stategis perencanaan pendidikan menurut Sa’ud (2009:26) terdiri dari berbagai tahapan yaitu:
1.      Kajian terhadap hasil perencanaan pembangunan pendidikan periode sebelumnya sebagai titik berangkat perencanaan
2.      Rumusan tentang tujuan umum perencanaan pendidikan yang merupakan arah yang harus dijadikan titik tumpu kegiatan perencanaan
3.      Rumusan kebijakan atau posisi yang kemudian dapat dijabarkan ke dalam stategi dasar perencanaan
4.      Pengembangan  program dan proyek sebagai operasionalisasi prioritas yang ditetapkan
5.      Schedulling dalam arti mengatur menemukan dua aspek yaitu keseluruhan program dan prioritas secara teratur dan cermat karena penjadwalan ini secara makro mempunyai dua arti tersendiri yang amat strategik bagi keseluruhan pelaksanaan perencanaan
6.      Implementasi rencana termasuk didalamnya proses legalisasi dan persiapan aparat pelaksana rencana, pengesahan, dan persiapan aparat pelaksana rencana, pengesahan dimulainya suatu kegiatan, monitoring, dan controlling untuk membatasi kemungkinan tindakan yang tidak terpuji yang dapat menghambat pelaksanaan rencana
7.      Evaluasi dan Revisi yang merupakan kegiatan evaluasi untuk menentukan tingkat keberhasilan dan kegiatan untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap tuntutan baru yang berkembang
Sedangkan menurut Banghart & Trull dalam Sa’ud (2009:23-24) langkah-langkah perencanaan pendidikan meliputi:
1.        Proloque: pendahuluan atau langkah persiapan untuk memulai kegiatan perencanaan
2.        Identifying educational planning problems yang mencakup (a)­­­­­­­­­­­ delineating the scope of educational problems atau menentukan ruang lingkup permasalahan perencanaan, (b) studying what has been  atau mengkaji apa yang telah direncanakan, (c) determining what has been versus what should be artinya membandingkan apa yang telah dicapai dengan apa yang seharusnya di capai, (d) resources and contraints atau sumber daya yang tersedia dan keterbatasannya, (e) establishing educational palnning parts and priorities artinya mengembangkan bagian-bangian perencanan dan prioritas perencanaan
3.        Analizing planning problem area artinya mengkaji permasalahan perencanaan yang mencakup: (a) study areas and system of subareas artinya mengkaji permasalahan pendidikan dan sub permaslahan, (b) gathering date  artinya pengumpulan data, tabulating data atau tabulasi data, (c) forecasting atau proyeksi.
4.        Conceptualizing and designing plans, mengembangkan rencana yang mencakup (a) identifiying prevailing trends atau identifikasi kecenderungan-kecenderungan yang ada, (b) estabilishing goals and objective  atau merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, (c) designing plans, menyusun rencana
5.        Evaluating plan, menilai rencana yang telah disusun tersebut yang mencakup: (a) planninng through simulation, simulasi rencana, (b) evaluating plan, evaluasi rencana, (c) selecting a plan, memilih rencana
6.        Specifying the plan,  menguraikan rencana yang mencakup (a) problem formulation, merumuskan masalah, (b) reporting result  atau menyususn hasil rumusan dalam bentuk final plan draft atau rencana akhir
7.        Implementing the plan, melaksanakan rencana yang mencakup (a) program preperation, persiapan rencana operasional, (b) plan approval, legal justification, persetujuan dan pengesahan rencana, (c) organizing operational units, mengatur  aparat organisasi.
8.        Plan feedback, balikan pelaksanaan rencana yang mencakup: (a) monitoring the plan, memantau pelaksanaan rencana, (b) evaluation the plan, evaluasi pelaksanaan rencana, (c) adjusting, altering or planning for what, how, and by whom  yang berarti mengadakan penyesuaian, mengadakan pereubahan recana atau merancang apa yang perlu dirancang lagi bagaimana racanganya, dan oleh siapa.
3.    Aspek yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan Visi yaitu :
(a)           Visi harus dapat memberikan arah pandangan kedepan terkait dengan kinerja dan peranaan organisasi
(b)          Visi harus dapat memberikan  tentang gambaran kondisi masa depan yang ingin diwujudkan oleh organisasi
(c)           Visi harus ditetapkan secara rasional, realistis, dan mudah dipahami
(d)          Visi harus dirumuskan secara singkat, padat, dan mudah diingat
(e)           Visi harus dilaksanakan secara konsisten dalam pencapaian
(f)           Visi harus berlaku pada semua kemungkinan perubahan yang mungkin terjadi sehingga suatu visi hendaknya mempunyai sifat fleksibel
Aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dalam menyusun suatu visi menurut  Mulyasa (2010:176) adalah kekuatan-kekuatan yang relevan bagi kegiatan internal sekolah. kekuatan-kekuatan tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok. Pertama, kekuatan yang berhubungan  dengan apa yang sedang berlangsung di luar sekolah. Kedua, kekuatan yang berhubungan dengan apa yang sedang berlangsung di luar sekolah. kedua, kekuatan yang berhubungan dengan klien pendidikan yaitu latar belakang sosial, aspirasi keuangan, sumber-sumber masyarakat dan karakteristik lingkungan. Dalam mengembangkan visi, kepala sekolah harus mampu menyeleksi secara berkelanjutan atas kelompok-kelompok kekuatan tersebut.  
Adapun  kreteria yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Visi adalah sebagai berikut :
a)        Bukan fakta tetapi justru gambaran ideal (impian) masa depan yang ingin diwujudkan.
b)        Dapat mengilhami, mengarahkan, dan mendorong anggota organisasi dalam berkinerja yang berkualitas.
c)        Dinyatakan dalam satu kalimat.
d)       Menggambarkan kondisi ideal, keunikan, dan keunggulan lembaga
4.             Analisis SWOT
          SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal yang terdiri dari Strenghts dan Weaknesses serta lingkungan eksternal yang meliputi Opportunities dan Threats. Adapun definisi Analisis SWOT mengarah kepada sebuah metode untuk menguji strategi-strategi yang potensial yang dikembangkan atas dasar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Stengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).
          Sa’ud (2009:83) menjelaskan seorang perencana pendidikan dalam melakukan pekerjaannya akan berhadapan dengan berbagai kekuatan dan kepentingan yang akan mempengaruhi proses perumusan perencanaan, oleh karena itu seorang perencana harus mampu mengidentifikasi berbagai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT) yang akan mempengaruhi proses perencanaan.
          Menurut Johnson (1989) dan Bartol (1991), SWOT adalah perangkat umum yang didesain dan digunakan sebagai langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategis dalam berbagai terapan. Sedangkan menurut Rohman (2009) definisi analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, dan Threats) adalah suatu metoda penyusunan strategi perusahaan atau organisasi yang bersifat satu unit bisnis tunggal.
          SWOT secara sistematis dapat membantu dalam mengidentifikasi faktor-faktor luar (O dan T) dan faktor didalam perusahaan (S dan W). Kata-kata tersebut dipakai dalam usaha penyusunan suatu rencana matang untuk mencapai tujuan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Melalui pengombinasian masing-masing unsur dan data yang luas yang telah terkumpul sebagai hasil analisis dapat berfungsi sebagai perbaikan strategi yang selama ini telah digunakan atau mengembangkan strategi-strategi baru.  Analisis SWOT secara sederhana dipahami sebagai pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal sebuah organisasi, serta peluang dan ancaman lingkungan eksternalnya yang bertujuan untuk memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan, mereduksi ancaman dan membangun peluang.




                                         Bagan Analisis SWOT
Manfaat analisa SWOT:
a)      Dapat membantu kita berfikir praktis dari setiap permasalah yang dihadapi
b)      Sebagai tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana kemampuan diri
c)      Dapat meningkatkan mutu pendidikan dan mutu yang ada pada diri
d)     Dapat melakukan tindakan pelayanan dengan baik setelah mengetahui potensi yang ada         
e)      Mampu memilih kebijakan dan rencana terbaik untuk perkembangan yang akan datang
f)       Dapat merumuskan strategi (tindakan) yang tepat dalam mencapai tujuan yang diharapkan
g)      Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan
Contoh analisis SWOT pada praktek pelaksanaan pendidikan
  Analisis SWOT
Pada Praktek Pelaksanaan Pendidikan
SMA Negeri 1 Sungai Pinang
No.
Faktor Penilaian
Bobot
Rating
Bobot x Rating
1.
A. FAKTOR INTERNAL KEKUATAN (S)
a.    Kualifikasi latar belakang pendidikan guru
b.    Kegiatan  Ekstrakurikuler siswa
c.    Manajemen sekolah
d.   Kebudayaan sekolah


0,10

0,10

0,15          0,15


2

3

2
2


0,20

0,30

0,30
0,30
Jumlah


       1,10
2.
KELEMAHAN (W):
a.     Kurangnya sarana dan prasarana
b.     Posisi keuangan
c.     Kurangnya akses informasi pendidikan bagi siswa
d.    Loyalitas pegawai

0,15

0,10
0,10

0,15

3

3
3

1

       0,45

       0,30
       0,30

       0,15
Jumlah
1,0

       1,20

FAKTOR EKSTERNAL
PELUANG (O)
a.     Kebijakan pemerintah
b.     Support orang tua siswa
c.     Kerjasama dengan universitas
d.    Intake masyarakat


0,10
0,15
0,15
0,10


4
2
2
3


       0,40
       0,30
       0,30
       0,30
Jumlah


       0,85

TANTANGAN (T):
a.     Lingkungan sekolah
b.     Akreditasi Sekolah
c.     Kebudayaan masyarakat
d.    Globalisasi Teknologi

0,15
0,15
0,05
0,15


2
1
2
4


        0,30
        0,15
        0,10
        0,60
Jumlah
0,10

        1,15

Berdasarkan data tersebut dapat dijelaskan bahwa:           
1.      Strenght (Kekuatan)
a.       Kualifikasi latar belakang pendidikan guru diberi bobot 0,10 dengan skor 2 sehingga diperoleh nilai 0,15.
Hal ini berdasarkan kenyataan dimana guru yang direkrut untuk mengajar di SMA Negeri 1 Sungai Pinang memiliki kualifikasi dengan standar kualifikasi S1 dan S2. Jumlah guru dengan kualifikasi pendidikan S1 sebanyak 94,4% , sedangkan guru dengan kualifikasi pendidikan S2 sebanyak 5,5%. Kualifikasi guru telah memenuhi standar peserta didik  yang diharuskan minimal lulusan S1.
b.      Kegiatan Ekstrakurikuler siswa  diberi bobot 0,10 dengan skor 3 diperoleh nilai 0,30
            Kegiatan ekstrakurikuler siswa meliputi  pramuka, PMR, Seni Tari, Seni Suara, Rebana, Paskibra, Rohis, Voli dan Futsal. Seluruh siswa SMA Negeri 1 Sungai Pinang diwajibkan mengikuti salah satu kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Adapun prestasi siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pada tahun 2012-2013, lomba masak juara II tingkat Kecamatan Sungai Pinang Tahun 2012, lomba juara III hiking tingkat Kecamatan Sungai Pinang Tahun 2012, juara rebana juara III tingkat kabupaten Ogan Ilir tahun 2012, lomba volly Ball juara II tingkat Kecamatan Sungai Pinang Tahun 2012, lomba kreatif Jumbara PMR tingkat Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2012, lomba LTBB tingkat SMA mendapat juara II, lomba sepak bola juara II tingkat kecamatn Sungai Pinang, Juara I lomba volly ball putri tingkat Kecamatan Sungai Pinang, lomba volly ball putra juara I tingkat kecamatan Sungai Pinang, Lomba vocal group tingkat kabupaten juara II Tahun 2013, lomba puisi tingkat Kabupaten Juara II tahun 2013.
c.       Manajemen sekolah dengan bobot 0,15 dengan skor 2 sehingga diperoleh nilai 0,30
Adanya pembagian tugas yang jelas baik secara wewenang dan tanggung jawab dalam hirarki jabatan sehingga memungkinkan penyelenggaran pendidikan sekolah lebih terkoordinasi dengan baik. Saat ini SMA Negeri 1 Sungai Pinang telah mendapat Akreditasi B.
d.      Kebudayaan sekolah dengan bobot 0,15 dan skor 2 sehingga diperoleh nilai 0,30
Telah menjadi kebiasaan di SMA Negeri 1 Sungai Pinang setiap awal pelajaran dimulai bagi yang beragama Islam mengadakan kegiatan mengaji bersama selama 10 menit dengan dipandu satu orang siswa perwakilan setiap kelas secara bergantian setiap hari. Hal ini menanamkan nilai keagamaan bagi siswa dan melekat pada kepribadian siswa itu sendiri. Sedangkan pada hari jum’at SMA N 1 Sungai Pinang mengadakan pembacaan surat yasin bersama setiap pagi sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Adapun pada akhir kegiatan pembelajaran dilaksanakan kegiatan menyanyikan lagu wajib nasional yang dilakukan oleh seluruh siswa diiringi oleh lagu atau instrumen musik yang diperdengarkan dari pengeras suara agar meningkatkan semangat cinta tanah air, semangat kebangsaan, dan sebagai sarana pembelajaran agar seluruh siswa SMA N 1 Sungai Pinang mampu menyanyikan lagu wajib nasional dengan baik dan benar.

2.      Weakness (Kelemahan)
a.       Sarana dan prasarana bobot 0,15 dan skor 3 sehingga diperoleh nilai 0,45. Sarana dan prasarana di SMA Negeri 1 Sungai Pinang masih kurang mendukung  seperti belum adanya ruang multi media dan perpustakaan. Selain itu jalan menuju ke sekolah masih tanah dan berlokasi di dataran rendah sehingga saat musim hujan lapangan sekolah akan banjir.
b.      Posisi keuangan bobot 0,10  dan  skor 3 sehingga di peroleh nilai  0,30. Sumber pendanaan pelaksanaan belajar dan pembelajaran serta administrasi sekolah terbatas dari APBD.
c.       Rendahnya minat baca peserta didik  bobot 0,10 dan skor 3 sehingga diperoleh nilai 0,30. Rendahnya minat baca peserta didik disebabkan karena minimnya sumber bacaan yang didapatkan dari sekolah ataupun yang di miliki peserta didik. Sumber atau materi belajar masih terbatas dan berorientasi kepada guru sebagai penyampai informasi pembelajaran.
d.      Loyalitas pegawai bobot 0,05 skor  2 Sehingga diperoleh nilai 0,10. Ada beberapa guru maupun tenaga kependidikan yang kurang loyal terhadap sekolah. Bekerja jika ada SK atau imbalan dalam bentuk materi. Meskipun tidak banyak jumlah tenaga kependidikan yang seperti itu namun tetap saja mengganggu kelancaran jalannya kegiatan pembelajaran di sekolah.
3.      Opportunity (kesempatan)
a.         Kebijakan pemerintah bobot 0,15 dan skor 3  sehingga diperoleh 0,45. Pemerintah menetapkan sekolah SMA Negeri 1 Sungai Pinang sebagai SMA Negeri pertama yang ada di kecamatan Sungai Pinang.
b.        Support orang tua siswa bobot 0,10 dan skor 3 sehingga diperoleh  0,30 dukungan orang tua siswa yang berharap anaknya mendapatkan prestasi sehingga memberikan kemudahan dengan memfasilitasi anaknya dan memotivasinya. Misalnya saat ikut perlombaan seni tari orang tua memfasilitasi anak dengan menyiapkan pakaian misalnya baju kebaya dan kain. Orang tua memberikan sumbangan ketika acara pelepasan siswa-siswi SMA Negeri 1 Sungai Pinang.
c.    Kerjasama dengan universitas bobot 0,05 dan skor 1 sehingga diperoleh nilai 0,05. SMA Negeri 1 Sungai Pinang menjalin kerjasama dengan universitas di seluruh Indonesia. Universitas atau perguruan tinggi tersebut telah membuka peluang menerima lulusan SMA Negeri 1 Sungai Pinang melalui program Penerimaan Mahasiswa Berprestasi atau menerima mahasiswa tanpa tes.
d.   Intake masyarakat bobot 0,15 dan di peroleh nilai 3 sehingga diperoleh nilai 0,45 dan nilai bobot x skor  0,10,  besarnya minat masyarakat untuk mendaftarkan anaknya pada SMA Negeri 1 Sungai Pinang apalagi sekolah ini merupakan SMA pertama yang ada di Kecamatan Sungai Pinang KabupatenOgan Ilir.  Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap SMA N 1 Sungai Pinang adalah dengan mengundang para siswa diajak berpartisipasi sebagai pengisi acara di kecamatan dalam rangka pelantikan anggota BPD kecamatan Sungai Pinang yang dalam acara tersebut diundang pula seluruh masyarakat Sungai Pinang.
4.      Treath (Tantangan)
a.    Lingkungan sekolah bobot 0,15 dan skor  2 sehingga diperoleh nilai 0,30. Letak sekolah SMA Negeri 1 Sungai Pinang berada di Jalan Ampera kecamatan Sungai Pinang. Adapun jalan menuju ke sekolah masih dalam keadaan tanah sehingga  apabila hujun jalan tersebut sangat mengganggu karena licin dan apabila musim penghujan, halaman sekolah banjir.
b.    Akreditasi Sekolah bobot 0,15 dan skor  1 sehingga diperoleh nilai 0,15 Akreditasi Sekolah SMA 1 Sungai Pinang adalah B yang untuk dikemudian hari menjadi tantangan sebab dibutuhkan upaya yang lebih optimal lagi agar SMA N 1 Sungai Pinang mendapatkan akreditasi yang lebih meningkat lagi.
c.    Kebudayaan masyarakat bobot 0,05 dan skor 2 sehingga diperoleh nilai  0,10. Beberapa kebudayaan masyarakat Sungai Pinang yang tidak mendukung pengembangan kepribadian siswa misalnya siswa menghadiri acara pesta-pesta yang dilaksanakan pada malam hari sehingga mengantuk dalam proses pembelajaran. Selain itu, ketika hari kalangan (pasar) beberapa siswa tidak masuk ke sekolah.
d.        Globalisasi Teknologi bobot 0,15 dan skor 4 sehingga diperoleh nilai 0,60 Kemajuan teknologi menuntut sekolah untuk memperbaiki sistemnya sehingga selalu mengikuti perkembangan teknologi global khususnya perlu adanya ruang multimedia di SMA N 1 Sungai Pinang yang dapat dimanfaatkan bagi pendidikan.
Kuadran Analisis SWOT
Analisis Faktor internal
Srenght (S) = 1,10 dan Weaks (W) = 1,20
Jadi S – W  = 1,10 – 1,20 =  -0,1
Analisis Faktor Eksternal
Opportunity (O) = 1,30 dan Treats (T) = 1,15
     Jadi O – T  = 1,30 – 1,15 = 0,15




















Hasil analisis SWOT di atas menunjukan bahwa SMA Negeri 1 Sungai Pinang berada pada kuadran II, hal ini merupakan keadaan yang menguntungkan dimana sekolah tersebut memiliki peluang untuk menjadi maju dan berkembang, namun masih memiliki kelemahan yang menjadi kendala untuk mengoptimalkan peluang yang ada sehingga dibutuhkan suatu upaya dalam mengatasi segala kelemahan yang ada tersebut.

5.      Analisis SWOT pada mata pelajaran sejarah kelas XI Semester I Program IPA di  SMA Negeri 1 Sungai Pinang
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1.    Menganalisis  perjalanan bangsa Indonesia pada masa negara-negara tradisional
1.1     Menganalisis pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan Hindu-Budha terhadap masyarakat diberbagai daearah di Indonesia
1.2     Menganalisis perkembangan kehidupan negara-negara kerajaan Hindu-Budha di Indonesia
1.3     Menganalisis pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan  Islam terhadap masyarakat diberbagai daearah di Indonesia
1.4     Menganalisis perkembangan kehidupan  negara-negara kerajaan-kerajaan di Indonesia
1.5     Menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Budha, dan Islam di Indonesia


  Analisis SWOT
Pada Mata Pelajaran Sejarah Kelas XI Semester 1 Program IPA
                                 SMA Negeri 1 Sungai Pinang      
No.
Faktor Penilaian
Bobot
Rating
Bobot x Rating
1.
A. FAKTOR INTERNAL KEKUATAN (S)
a.  Keanekaragaman teori pada sejarah proses masuknya pengaruh Hindu-Budha dan Islam di Indonesia yang dapat melatih dan memperkuat analis peserta didik
b.  Gambaran peta konsep sesuai dengan kompetensi dasar yang ditetapkan
c.  Penulisan sejarah  sesuai dengan Standar Kompetensi yang ditetapkan dengan memperhatikan tekhnik historiografi sejarah berdasarkan prinsip kronologis dan periodesasi


0,15






0,15



0,20



3






3



4








0,45






    0,45



   0,80
Jumlah


1,7
2.
KELEMAHAN (W):
a.    Terbatasnya media gambar yang  ada pada mata pelajaran sejarah khususnya berhubungan dengan peta sejarah
b.    Terbatasnya alat peraga seperti miniatur candi peninggalan hindu budha
c.    Pada materi pelajaran sejarah kerajaan-kerajaan Hindu-Budha dan Islam di Indonesia belum dirincikan bagian-bagian wilayah  atau cakupan wilayah pada masa pemerintahan kerajaan Hindu-Budha di Indonesia

0,25




0,15


0,10

2




3


2


0,50




0,45


0,20





Jumlah
1,0

1,15

FAKTOR EKSTERNAL
PELUANG (O)
a.     Guru yang mengajar sesuai dengan spesifikasi mata pelajaran sejarah
b.     Intake masyarakat
c.     Kebijakan pemerintah


0,25


0,10
0,15


4


2
2


1,0


0,20
0,20
Jumlah


1,40

TANTANGAN (T):
a.     Sumber belajar (buku) yang sangat terbatas
b.     Keterbatasan waktu bagi kegiatan pembelajaran sejarah yang hanya 1 jam pelajaran perminggu
c.     Jarak lokasi sekolah yang jauh dari sumber-sumber  sejarah seperti museum

0,20

0,20



0,10

3

4



2

0,60

0,80



0,20
Jumlah
1,0

1,60    
Berdasarkan data tersebut dapat dijelaskan bahwa:           
1.    Strenght (Kekuatan)
a.                  Keanekaragaman teori pada sejarah proses masuknya pengaruh Hindu-Budha dan Islam di Indonesia yang dapat melatih dan memperkuat analis peserta didik diberi bobot 0,15 dengan skor 3 sehingga diperoleh nilai 0,45. Seperti pada mata pelajaran sejarah di kompetensi dasar menganalisis pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan Hindu-Budha terhadap masyarakat diberbagai daearah di Indonesia terdapat teori yang dikemukakan oleh para ahli seperti teori sudra dikemukakan oleh van Faber, teori waisya oleh N.J Krom, teori ksatria oleh C.C.Berg, teori brahmana oleh F.D.K Boasch, dan teori arus balik dikemukakan oleh J.C.van Leur, selain itu pada mata pelajaran sejarah di kompetensi dasar menganalisis pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan  Islam terhadap masyarakat diberbagai daerah di Indonesia menganalisis perkembangan kehidupan  terdapat pula teori masuknya Islam ke Indonesia seperti teori Persia dikemukakan oleh Hoesein Djajadiningrat, teori Gujarat (India) dikemukakan oleh Snouck Horgronje dan Moquette serta Seeptjipto Wirjosoeparto, Teori Mesir dan Mekah yang dikemukan oleh Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) dan Alwi Sihab yang menghubungkan masuknya Islam dari Arab ke Cina. Dengan adanya berbagai teori tersebut dapat menjadi bahan kajian siswa dalam melakukan analisis terhadap mata pelajaran yang diberikan  dan meningkatkan kemampuan identifikasi siswa melalui pengamatan atas berbagai bukti atau sumber sejarah yang melatarbelakangi lahirnya teori-teori  yang diungkapkan para ahli sejarah tersebut.
b. Gambaran peta konsep sesuai dengan kompetensi dasar yang ditetapkan diberi bobot 0,15 dengan skor 3 sehingga diperoleh nilai 0,45. Pada mata pelajaran sejarah gambaran peta konsep yang sesuai dengan kompetensi dasar sangat mendukung agar rencana pelaksanaan proses pembelajaran dapat belangsung secara sistematis dengan konsep yang teratur khususnya konsep sebab akibat dari suatu peristiwa sejarah. Peta konsep yang terdapat pada mata pelajaran sejarah dapat juga di jadikan rujukan dan pedoman untuk mengetahui kelanjutan dari materi mata pelajaran yang telah diberikan sebelumnya. 
c. Penulisan sejarah  sesuai dengan Standar Kompetensi yang ditetapkan dengan memperhatikan tekhnik historiografi sejarah berdasarkan prinsip kronologis dan periodesasi diberi bobot 0,20 dengan skor 4 sehingga diperoleh skor 0,80. Penulisan sejarah pada mata pelajaran sejarah diberikan skor yang tinggi karena, historiografi merupakan tekhnik terpenting dalam penulisan sejarah. Pada mata pelajaran sejarah tekhnik historiografi wajib diajarkan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menulis peristiwa sejarah. Seluruh penulisan peristiwa maupun kejadian masa lampau pada mata pelajaran sejarah menggunakan tekhnik historiografi dengan memperhatikan prinsip kronologis dan periodesai
2.    Weakness (Kelemahan)
a.        Terbatasnya media gambar yang ada pada mata pelajaran sejarah khususnya berhubungan dengan peta sejarah diberi bobot 0,25 dengan skor 2 sehingga diperoleh nilai 0,50. Keterbatasan media gambar terutama peta sejarah pada mata pelajaran sejarah menjadi kendala dalam mengajarkan pelajaran sejarah sebab peta sejarah akan dapat membatu dalam menjelaskan materi sejarah secara lebih rinci dan memperjelas peristiwa yang terjadi pada masa lampau bila dihubungankan dengan peristiwa sejarah dan lokasi tempat terjadinya peristiwa tersebut.
b.                  Terbatasnya alat peraga seperti miniatur candi peninggalan Hindu- Budha diberi bobot 0,15 dengan skor 3 sehingga diperoleh nilai 0,45 menjadi kelemahan pada mata pelajaran sejarah. Adapun peran dari miniatur candi sebagai alat peraga dapat meningkatkan kemampuan visualisasi siswa dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan membandingkan bentuk candi peninggalaan Hindu dan bentuk candi peninggalan Budha.
c.                   Pada materi pelajaran sejarah kerajaan-kerajaan Hindu-Budha dan Islam di Indonesia belum dirincikan daerah kekuasaan serta bagian-bagian wilayah  atau cakupan wilayah pada masa pemerintahan kerajaan Hindu-Budha di Indonesia diberi bobot 0,10 dengan skor 2 sehingga diperoleh nilai 0,20. Masih minimnya data-data mengenai daerah kekuasaan bagian wilayah atau cakupan wilayah pada masa pemerintahan kerajaan Hindu-Budha di Indonesia dikaitkan keberadaan daerah kekuasaannya atas kerajaan Hindu Budha yang dihubungkan dengan lokasi daerah pada masa sekarang ini. Selain itu, keadaan ini disebabkan pula masih minimnya penelitian sejarah serta bukti sejarah yang ditemukan yang tidak menunjang pemetaan sejarah daerah kekuasaan serta bagian-bagian wilayah  atau cakupan wilayah pada masa pemerintahan kerajaan Hindu-Budha di Indonesia
3.        Opportunity (kesempatan)
a.                   Guru yang mengajar sesuai dengan spesifikasi mata pelajaran sejarah diberi bobot 0,25 dengan skor 4 sehingga diperoleh nilai 1,0. Guru yang mengajar pelajaran sejarah adalah guru yang telah memperoleh pendidikan pada program studi pendidikan sejarah sehingga terdapat keselarasan dan kesesuaian dengan latar belakang pendidikan terhadap mata pelajaran yang diajarkan di SMA N 1 Sungai Pinang.
b.                  Intake masyarakat diberi bobot 0,10 dengan skor 2 sehingga diperoleh nilai 0,20. Peran masyarakat sangat berpengaruh terhadap pengaplikasian mata pelajaran sejarah yang telah diberikan di sekolah dan penerapannya pada kehidupan sehari-hari. Pada hari besar nasional seperti perayaan HUT RI dan peringatan Hari Pahlawan, masyarakat beserta para siswa dan perangkat pemerintahan secara bersama-sama melaksanakan upacara HUT RI atau Upacara dalam rangka memperingati hari pahlawan dalam rangka mengenang sejarah perjuangan bangsa.
c.                   Kebijakan Pemerintah di beri bobot 0,15 dengan skor 2 sehingga diperoleh nilai 0,30. Kebijakan pemerintah ialah menjadikan mata pelajaran sejarah sebagai mata pelajaran yang wajib ditempuh oleh para siswa baik untuk jurusan IPA ataupun IPS selain itu, telah adanya pula kebijakan pemerintah mengenai stantarisasi mata pelajaran sejarah khususnya mengenai struktur dan muata kurikulum pada mata pelajaran sejarah berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005.
4.        Treath (Tantangan)
a.                   Sumber belajar (buku) yang sangat terbatas diberi bobot 0,20 dengan skor 3 sehingga diperoleh nilai 0,60. Buku untuk mata pelajaran sejarah sangat terbatas di SMA N 1 Sungai Pinang seperti pada kelas X yang dalam kelas tersebut sebanyak 32 siswa namun buku  yang ada hanya 16 hingga 20 pada setiap kelas yang ada di kelas X, sedangkan untuk kelas XI tidak ada buku yang diberikan kepada siswa sebagai pedoman atau penunjang pelajaran agar proses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan maksimal.  Adapun dengan siswa sendiri mereka tidak berusaha untuk membeli buku dengan insiatif sendiri dengan alasan biaya. Keadaaan ini disebabkan pula oleh kurangnya sarana dan prasarana di SMA N 1 Sungai Pinang seperti belum adanya perpustakaan.
b.                  Keterbatasan waktu bagi kegiatan pembelajaran sejarah yang hanya 1 jam pelajaran perminggu diberikan bobot 0,20 dengan skor 4 sehingga diperoleh nilai 0,80. Materi pelajaran yang padat dengan perlunya pemahaman secara mendalam pada mata pelajaran sejarah memerlukan waktu setidaknya 2-3 jam perminggu namun, dalam pelaksanaannya terutama program IPA SMA N 1 Sungai Pinang, waktu proses pembelajaran di kelas hanya diberikan 1 jam pelajaran atau sukitar 45 menit yang sangat kurang untuk penyampaiaan proses pembelajaran sejarah pada khususnya dan pendidikan pada umumnya.
c.                   Jarak lokasi sekolah yang jauh dari sumber-sumber sejarah seperti museum  diberikan bobot 0,10 dengan skor 2 sehingga diperoleh nilai 0,20. Sumber sejarah seperti museum berada di kota Palembang yang jaraknya jauh dari kecamatan Sungai Pinang Ogan Ilir sekitan 65 Km, sehingga dibutuhkan biaya yang lebih besar untuk pergi ke museum yang memiliki peran penting dalam proses peningkatan pengetahuan atas sumber-sumber sejarah.
Kuadran Analisis SWOT
Analisis Faktor internal
Srenght (S) = 1,70 dan Weaks (W) = 1,15
Jadi S – W  = 1,70 – 1,15 =  0,55
Analisis Faktor Eksternal
Opportunity (O) = 1,50 dan Treats (T) = 1,60
Jadi O – T  = 1,50 – 1,60 = -0,1



 








Hasil analisis SWOT mata pelajaran sejarah kelas XI semester I di SMA Negeri 1 Sungai Pinang berada pada kuadran IV, hal ini merupakan keadaan yang menguntungkan dimana sekolah tersebut memiliki kekuatan untuk menjadi maju dan berkembang, namun terdapat pula berbagai tantangan eksternal mata pelajaran sejarah yang harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik dan bijak agar kekuatan tersebut menjadi potensi untuk mengoptimalkan peluang pada mata pelajaran sejarah dalam mengatasi kelamahan dan tantangan yang ada sehingga dapat menunjang proses pembelajaran agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran sejarah.

DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama
Sa’ud, Syaefudin dan Abin S. M. 2009. Perencanaan Pendidikan. Bandung: Rosdakarya
Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 2008. Pengantar Pendidikan.  Jakarta: Rineka Cipta
Uno, B. Hamzah. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara